Salam Menjadi Tanggungan Hingga Jatuh Tempo |
Pertanyaan
Ada seseorang yang membutuhkan dana dan menerima sejumlah uang dari orang lain. Dia berjanji untuk memberikan beberapa sha’ gandum atau jagung pada waktu tertentu, namun gandum atau jagung itu belum tampak kelayakannya.
Jawaban
Jika dia berkomitmen untuk memberikan beberapa sha’ makanan pokok tersebut dalam tanggungannya, maka ini masuk dalam jual beli salam. Salam adalah salah satu jenis jual beli, yang sah apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Ada tujuh syarat:
Pertama: Ciri-ciri barangnya pasti (jelas).
Kedua: Harus dapat dibedakan ciri-cirinya, sehingga perbedaan harga juga menjadi jelas.
Ketiga: Harus disebutkan besar takarannya jika yang dipesan adalah benda yang biasa ditakar, atau timbangannya jika itu merupakan benda yang biasa ditimbang,
atau panjangnya (misalnya dengan ukuran hasta) jika itu adalah barang yang menggunakan ukuran panjang.
Keempat: Waktu penyerahan barang pesanan itu jelas.
Kelima: Pesanan tersebut harus merupakan barang yang biasanya ada (dapat diusahakan keberadaannya).
Keenam: Pembayarannya diserahkan di tempat transaksi (bukan pada saat penyerahan barang).
Ketujuh: Berada dalam tanggungan penjual, jika jual beli salam tergantung pada barang, maka tidak sah.
Dasar kebolehan salam dalam Alquran adalah firman Allah Ta’ala,
” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah : 282)
Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma berkata, “Saya bersaksi bahwa pemesanan yang ditentukan waktunya telah dihalalkan dan diizinkan Allah Ta’ala dalam kitab-Nya.” Kemudian beliau membaca ayat di atas. Keterangan tersebut diriwayatkan oleh Said. Ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma,
“Bahwa ketika Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam tiba di kota Madinah, penduduknya telah biasa memesan buah kurma dalam tempo dua atau tiga tahun. Mengenai hal ini, beliau bersabda, “Orang yang melakukan jual beli salaf (salam) hendaknya memesan dalam takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan batas waktu penyerahan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.” (Muttafaq `Alaih)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.