 |
| Wajib Berihram Dari Miqat Bagi Orang Yang Berniat Menunaikan Haji Dan Umrah |
Pertanyaan
Seorang pegawai melakukan perjalanan dari Tabuk ke Makkah Mukarramah untuk tugas resmi yang mengharuskannya memasuki Makkah tanpa berihram. Lalu dia kembali ke Jeddah untuk waktu yang tidak lama. Dia berihram dari Jeddah dan kembali lagi ke Makkah untuk menunaikan umrah. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Apakah umrahnya sah ataukah tidak?
Jawaban
Barangsiapa melewati salah satu miqat yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam, atau sejajar dengannya, baik di udara, darat maupun laut, dan ketika itu dia ingin menunaikan haji atau umrah, maka dia wajib berihram di tempat tersebut.
Apabila dia tidak ingin menunaikan haji atau umrah, maka dia tidak wajib berihram. Dan jika dia telah melewati miqat tanpa ada keinginan untuk menunaikan haji atau umrah, lantas muncul niatan melakukan haji atau umrah ketika di Makkah atau Jeddah, maka dia boleh berihram untuk melakukan haji di tempatnya tersebut, yaitu dari Makkah atau Jeddah, misalnya.
Terkait umrah, apabila muncul niat untuk melakukannya di luar Tanah Haram, maka dia berihram di tempat dia berniat untuk melakukannya. Namun jika muncul niat untuk melakukan umrah ketika berada di dalam Tanah Haram, maka dia harus keluar dari Tanah Haram tersebut ke Tanah Halal yang terdekat dan berihram umrah dari sana.
Ini merupakan hukum asal dalam masalah ini. Untuk pegawai yang ditanyakan di atas, jika dia baru ingin melakukan umrah ketika di Jeddah dan tidak ada niatan melakukannya ketika melewati miqat, maka umrahnya sah dan dia tidak menanggung kewajiban apa-apa.
Dasar dalam masalah ini adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu `anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam menetapkan Dzulhulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah, Juhfah sebagai miqat bagi penduduk Syam, Qarnulmanazil sebagai miqat bagi penduduk Najd, dan Yalamlam sebagai miqat bagi penduduk Yaman. Beliau bersabda, “Miqat-miqat tersebut adalah untuk para penduduk tempat-tempat tersebut dan untuk orang yang bukan penduduknya yang melewatinya karena ingin menunaikan haji atau umrah. Sedangkan orang yang tinggal di tempat yang lebih dekat (ke Tanah Haram) dari miqat-miqat tersebut, maka ihramnya adalah dari tempat tinggalnya tersebut. Demikian juga dengan penduduk Makkah, mereka berihram dari Makkah.” (Muttafaq `alaih)
Dan dari Aisyah radhiyallahu `anha, ia berkata,
” Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam berhenti di kawasan melempar jamrah (yaitu di kaki gunung menuju Al-Abthah yang terletak antara Makkah dan Mina), lalu beliau memanggil Abdurrahman bin Abu Bakar lalu berkata kepadanya, “Keluarlah bersama saudarimu dari Tanah Haram, lalu berihramlah untuk umrah kemudian lakukan thawaf di Baitullah. Saya akan menunggu kalian di sini.” Aisyah berkata, “Kami pun keluar (dari Tanah Haram), Kemudian saya berihram, lalu melakukan thawaf di Baitullah dan sai antara Safa dan Marwah. Kami kembali ke tempat Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam yang sedang di rumah beliau pada tengah malam. Beliau bertanya kepada saya, “Apakah engkau telah selesai melakukannya?” Saya menjawab, “Ya, sudah.” Lalu beliau mengumumkan kepada para sahabat untuk berangkat. Beliau pun meninggalkan tempat tersebut. Beliau melewati Baitullah. Beliau thawaf sebelum shalat Subuh, kemudian meneruskan perjalanan pulang ke Madinah. (Muttafaq `alaih)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
