Orang Sakit Wajib Menunaikan Shalat Sesuai Dengan Kemampuannya |
Pertanyaan
Saya menemui seorang pasien perempuan Muslim (non-Arab) yang berada dalam keadaan histeris -tidak sadar secara total- tetapi tahu orang di sekitarnya, setiap orang, dan tempat. Kondisinya mengharuskannya tetap terbaring di atas kasur dan beristirahat.
Dia seringkali meminta untuk salat. Saya pun memberinya harapan bahwa dia akan sembuh dengan izin Allah, menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan dia tidak boleh menyiksa dirinya. Namun, dua hari kemudian dia meninggal dunia (rahimahallah) tanpa sempat melaksanakan kewajiban yang ditinggalkannya.
Apakah saya berdosa dan apakah saya boleh menggantikannya kewajiban salat yang ditinggalkannya? Sebagai catatan, saya tidak tahu berapa salat fardu yang tidak dilakukannya.
Jawaban
Orang sakit harus menunaikan shalat sesuai dengan kemampuannya, baik sambil berdiri, duduk, berbaring ataupun sambil telentang, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada `Imran bin Hushain radhiyallahu `anhuma,
“Salatlah sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu, maka shalatlah sambil duduk. Jika kamu tidak mampu, maka shalatlah sambil berbaring miring. Jika kamu tidak mampu, maka shalatlah sambil telentang” (HR. Bukhari dan Nasa’i). Dan ini merupakan redaksi riwayat Nasa’i.
Seseorang tidak boleh menggantikan shalat orang lain. Jika akal perempuan tersebut sudah berubah (tidak sadar), maka dia tidak wajib melakukan shalat. Sementara itu, Anda patut mendapat balasan terima kasih dan pahala atas usaha Anda dalam menenangkan pikirannya dan menghiburnya akan sehat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.