Mencampurkan Alkohol Dalam Pembuatan Cuka

2 menit baca
Mencampurkan Alkohol Dalam Pembuatan Cuka
Mencampurkan Alkohol Dalam Pembuatan Cuka

Pertanyaan

Banyak di antara kami yang masih kebingungan mengenai hukum cuka. Terutama di negara kami ini, Aljazair, dimana cuka mengandung alkohol dan kami tidak tahu bagaimana membuatnya. Apakah konsumsi cuka menjadi haram karena ada tambahan kandungan alkohol? Yang kami maksudkan bukan langsung meminumnya, melainkan membubuhkannya sebagai penambah cita rasa dalam makanan, selada misalnya. Bolehkah kami mengonsumsi makanan yang dicampur dengan cuka?

Jawaban

Pertama, jika asal cuka tersebut adalah khamr yang sengaja diolah menjadi cuka, maka mengonsumsinya tidak diperbolehkan. Landasan hukum ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim pada pembahasan tentang al-Asyribah (jenis-jenis minuman) dalam kitab Shahih-nya, Tirmidzi pada pembahasan al-Buyu’ (jual beli) dalam kitab Jami’-nya, dan Abu Dawud pada pembahasan tentang al-Asyribah dalam kitab Sunan-nya, bahwa Abu Thalhah menanyakan kepada nabi permasalahan anak-anak yatim yang mewarisi khamr. Rasul bersabda,

أهرقها قال: أفلا أجعلها خلاًّ؟ قال: لا

“Tumpahkan saja!” Abu Thalhah bertanya, “Apakah tidak sebaiknya saya ubah menjadi cuka?” Beliau menjawab, “Tidak.”

Menurut Ibnu al-Qayyim rahimahullah yang telah menerangkan permasalahan ini sejelas-jelasnya, memanfaatkan khamr dan mengubahnya menjadi cuka tidak diperbolehkan. Jika memang diperbolehkan, tentu memprioritaskan anak yatim lebih utama karena menjaga, mengembangkan, dan mengawasi betul-betul terhadap harta anak yatim adalah kewajiban.

Selain itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang untuk menghamburkan harta, namun beliau justru menyuruh untuk menumpahkan khamr itu sekalipun membuang-buang harta. Dari sini kita mengetahui bahwa memproduksi ulang khamr menjadi cuka tidak dapat membuat hukumnya berubah suci dan tidak menjadikannya sebagai harta (yang halal). Itu adalah pendapat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang kemudian dijadikan rujukan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Kedua, jika khamr tersebut menjadi cuka secara alamiah, maka diperbolehkan untuk mengonsumsinya. Landasan dasarnya adalah hadis yang iriwayatkan oleh Muslim pada pembahasan al-Asyribah dalam kitab Shahih-nya pada bab Keutamaan Cuka, dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab Jami’-nya pada pembahasan tentang al-Ath’imah (Makanan) pada bab Cuka, diriwayatkan pula oleh Nasa’i pada pembahasan tentang Iman, dan Ibnu Majah dalam al-Athimah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

نعم الإدام الخل

“Lauk yang terbaik adalah cuka.”

Keumuman hadis ini di-takhis (dijelaskan secara spesifik) oleh hadis sebelumnya. Imam Malik rahimahullah berkata, “Seorang muslim yang mewarisi khamr tidak boleh sengaja menyimpannya agar berubah menjadi cuka. Namun jika khamr itu berubah dengan sendirinya hingga menjadi cuka, maka saya berpendapat hal ini tidak apa-apa.”

Ketiga, apabila cuka tersebut bukan dibuat dari khamr, maka tidak ada masalah dalam mengonsumsinya karena setiap jus asam disebut cuka.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 3429

Lainnya

Kirim Pertanyaan