Shalat Witir |
Pertanyaan
Apakah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam salat witir satu rakaat atau tiga rakaat secara bersambung? Dan, apakah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam qunut ketika salat witir sampai beliau meninggal dunia dan menyuruh untuk melakukannya?
Jawaban
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat witir dengan satu rakaat dan mengajarkan orang yang bertanya kepada beliau tentang shalat malam agar melaksanakannya dua rakaat dua rakaat, kemudian setelah itu baru shalat witir satu rakaat sebelum subuh karena sesungguhnya Aisyah radhiyallahu `anha berkata
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam biasa mengerjakan shalat sebelas rakaat pada waktu antara selesai shalat Isya sampai Subuh sebanyak sebelas rakaat, beliau salam di setiap dua rakaat dan shalat witir satu rakaat.” (HR. Jamaah kecuali at-Tirmidzi)
Dari Ibnu Umar berkata
“Seseorang berdiri lantas bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana shalat malam itu”. Lalu Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam menjawab: “Bilangannya dua dua, apabila kamu khawatir waktu Subuh tiba, maka shalatlah witir satu rakaat.” (HR. Jamaah)
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma bahwa mereka berdua telah mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda
“Salat witir itu satu rakaat di akhir waktu malam” (HR. Ahmad dan Muslim)
Terkadang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat witir tiga rakaat tanpa dipisahkan oleh salam. Dari Ubay bin Ka`b radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
“Beliau membaca dalam shalat witir pada rakaat pertama: Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi dan pada rakaat kedua: Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir”. dan pada rakaat ketiga: Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”. dan beliau tidak mengucapkan salam kecuali pada rakaat akhir” (HR. an-Nasa’i)
Dari Aisyah radhiyallahu `anha berkata
” Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam shalat witir sebanyak tiga rakaat tidak memisahkan di antaranya” (HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan Hakim Hakim mengatakan hadits shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi, ada juga riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melarang shalat witir tiga rakaat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda
“Janganlah shalat witir tiga rakaat, akan tetapi shalatlah witir lima atau tujuh rakaat, dan janganlah menyamakan (shalat witir) dengan shalat magrib”
(HR. ad-Daraquthni dengan sanadnya dan beliau mengatakan: seluruh perawinya tsiqaah)
Sebagian ulama berusaha menggabungkan antara hadits-hadits ini dengan menafsirkan larangan shalat witir tiga rakaat bagi yang melaksanakannya seperti shalat Maghrib karena ini menyerupai shalat witir dengan shalat Maghrib dan menafsirkan hadits tentang witirnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiga rakaat ketika beliau tidak duduk tasyahud kecuali di rakaat ketiga dan sebagian lagi menafsirkan larangan shalat witir tiga rakaat sebagai sesuatu yang makruh dan yang paling utama adalah tidak witir dengan tiga rakaat.
Walau bagaimanapun, masalah ini ruang lingkupnya cukup luas, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Ayyub yang menuturkan: Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda
” Witir adalah sebuah hak. Barangsiapa yang suka berwitir lima rakaat, hendaknya ia melakukannya. Barangsiapa yang suka berwitir tiga rakaat, hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa yang berwitir satu rakaat, hendaknya ia melakukannya” (HR. Lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah) kecuali Tirmidzi)
Namun yang paling utama adalah melaksanakan shalat witir dengan satu rakaat yang terpisah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sering menunaikan shalat witir seperti ini dan juga karena hadits yang menjelaskan ini shahih dan jumlahnya banyak.
Sementara itu, mengenai qunut pada waktu shalat witir, telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau malakukannya dan mengajarkannya kepada Hasan bin Ali radhiyallahu `anhu. Dari Ali radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shalallahu `Alaihi wa Sallam mengucapkan di akhir witirnya
“Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu, Aku tidak sanggup menghitung pujian terhadap-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri” (HR. Lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dan dari Hasan bin Ali radhiyallahu `anhuma berkata
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai doa) dalam qunut witir, yaitu: “Allaahuma-hdinaa fii-man hadayt wa `aafinii fii-man `aafayt wa tawalla-nii fii-man tawallayt wa baarik-lii fii-maa a`thayt wa qinii syarra maa qadhayt fa-inna-ka taqdhii wa-laa yuqdhaa `alayk innahu laa yudzillu man waalayt tabaarak-ta rabbanaa wa ta`aalayt (Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan ketentuan-Mu, sesungguhnya Engkau yang membuat ketentuan dan tidak ada yang membuat ketentuan terhadap-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau” (HR. Lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Hal ini dipraktikkan dalam mazhab Hanafi dan Hanbali, namun sebagian ulama hadits mendhaifkan hadits ini dan tidak mengamalkannya. Permasalahan ini ruang lingkupnya cukup luas, namun yang paling utama adalah melaksanakan qunut ketika witir berdasarkan dua hadits ini karena derajat kedua hadits ini tidak kurang dari hadits hasan.
Sementara itu tentang witir Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai beliau meninggal dunia, belum kami ketahui secara pasti hadits yang menerangkannya.
Wabillahittawfiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.