Ruku Sebelum Sampai Pada Shaf Lalu Berjalan Menuju Shaf

2 menit baca
Ruku Sebelum Sampai Pada Shaf Lalu Berjalan Menuju Shaf
Ruku Sebelum Sampai Pada Shaf Lalu Berjalan Menuju Shaf

Pertanyaan

Bersama surat ini saya lampirkan fotokopi buku fikih yang penulisnya membolehkan ruku sebelum sampai pada shaf lalu berjalan menuju shaf, bahkan menganggap hal itu termasuk sunah.

Dia berdalil dengan beberapa riwayat dari sahabat radhiyallahu ‘anhum, dan menafsirkan larangan yang terdapat di dalam hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu,

زادك الله حرصًا ولا تعد

“Semoga Allah menambahkan semangatmu dan janganlah engkau ulangi lagi.” dengan tergesa-gesa berjalan menuju shalat.

Saya mohon kepada Anda yang terhormat -semoga Allah menjaga Anda- agar mengkajinya dan memberikan komentar serta menjelaskan pendapat yang kuat tentang larangan dalam hadits tersebut.

Jawaban

Ruku sebelum sampai pada shaf lalu berjalan menuju shaf termasuk bertentangan dengan As-Sunnah dan dilarang. Imam al-Bukhari meriwayatkan di dalam Sahihnya, kitab “Adzan”, bab “Idza raka’a duna ash-shaf (ruku sebelum sampai pada saf).”

عن أبي بكرة رضي الله عنه، أنه انتهى إلى النبي صلى الله عليه وسلم وهو راكع فركع قبل أن يصل إلى الصف، فذكر ذلك للنبي صلى الله عليه وسلم، فقال: زادك الله حرصًا ولا تَعُد

“Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia mendapati Nabi saat sedang ruku lantas dia ruku bersamanya sebelum sampai pada shaf. Kemudian dia menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Semoga Allah menambah semangatmu dalam kebaikan dan janganlah engkau ulangi lagi.”

Hadis ini menunjukan larangan bagi orang yang melakukan hal tersebut, yaitu dalam sabda beliau: “Dan jangan engkau ulangi lagi”.

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya “Fathul Baari Syarh Shahihul Bukhari” jilid 3, hal 313: “Yakni, janganlah engkau ulangi lagi tergesa-gesa lalu ruku sebelum sampai pada shaf kemudian berjalan menuju shaf”.

Adapun beberapa atsar (perkataan atau perbuatan sahabat) yang disebutkan oleh penulis buku tersebut di antaranya ada yang dhaif dan ada juga yang syaazd yaitu bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang terdapat dalam kitab Ash-Shahih.

Juga bertentangan dengan beberapa atsar dari sahabat lain. Maka yang harus dijadikan landasan hukum ialah hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di samping itu penulis buku tersebut tidak dikenal di kalangan ulama. Oleh sebab itu hendaklah Anda bersungguh-sungguh membaca karya-karya ulama yang terkenal.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 19326

Lainnya

Kirim Pertanyaan