Mengafani Jenazah

1 menit baca
Mengafani Jenazah
Mengafani Jenazah

Pertanyaan

Kami faham dari paparan para ulama rahimahumullah bahwasanya mayit laki-laki dikafani dengan tiga lembar kain dan mayit perempuan dikafani dengan lima lembar kain.

Namun, kami masih berselisih mengenai tata cara mengafani dan modul praktik mengenakan kerudung dan penutup wajah. Kami mohon kepada Allah, kemudian kepada Anda yang terhormat untuk memberikan jawaban tertulis bagi kami mengenai modul praktek mengkafani mayit laki-laki dan perempuan, cara mengenakan kerudung dan penutup wajah serta batasannya.

Ajari kami cara membungkus mayit yang lebar sedangkan kainnya sempit. Apakah wajah mayit dibuka dalam kuburan? Apakah kain kafan perlu diikat? Apabila diikat, apakah perlu dilepas ketika dalam kubur atau tidak? Apakah pada bagian kepalanya perlu diletakkan bantalan yang dibuat dari tanah kuburan yang dibasahi terlebih dahulu atau tidak?

Jawaban

Pertama, laki-laki dikafani dengan tiga lembar kain, setiap lembar kain dibentangkan di atas lembar kain lainnya dan mayit diletakkan terbaring di atasnya. Lalu lembar kain lapisan pertama ditarik dipertemukan antar ujungnya, demikian juga lembar kain kedua dan ketiga.

Apabila lebarnya kain tidak cukup untuk membungkus mayit, maka kainnya disambung dengan kain lain sehingga dapat menutupinya. Kain kafan diikat, kemudian dilepas ikatannya ketika mayit diletakkan dalam kubur.

Mengkafani perempuan diawali dengan memakaikan kain sarung untuk menutupi bagian aurat dan sekitarnya, kemudian dipakaikan kemeja ke tubuhnya, disusul kudung penutup kepala dan sekitarnya. Setelah itu, baru dibungkus dengan dua lembar kain dengan cara yang sama seperti laki-laki.

Tata cara mengkafani mayit laki-laki dan perempuan yang diterangkan di atas ini adalah cara yang paling utama. Namun apabila mayit laki-laki dan perempuan ini hanya dikafani dengan satu lembar kain yang menutupi sekujur tubuhnya, maka hal ini telah mencukupi.

Kedua, wajah mayit tidak dibuka dalam kubur, baik laki-laki ataupun perempuan, karena hal ini tidak ada dalilnya.

Ketiga, kami tidak menemukan dalil yang memerintahkan untuk meletakkan bantalan yang dibuat dari tanah kuburan yang dibasahi terlebih dahulu pada kepala mayit, bahkan membiasakannya merupakan bidah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 4141

Lainnya

  • Jawaban 1: Ia boleh shalat sesuai dengan posisi badannya jika ia tidak mungkin mengubah posisi tempat tidur atau menghadap...
  • Yang benar adalah orang yang shalat mengucapkan dalam tasyahudnya, “Assalamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh”, karena bacaan...
  • Orang yang meninggal dunia dan telah dikuburkan padahal memakai gigi emas, maka dia tidak berdosa karena hal itu. Jika...
  • Secara hukum asal, melaksanakan shalat berjamaah di masjid adalah wajib atas kaum laki-laki. Barangsiapa yang meninggalkan jamaah di masjid...
  • Bentuk bacaan tasyahud yang diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan diperintahkannya kepada para sahabatnya adalah bacaan yang diriwayatkan...
  • Jika seorang muadzin mengumandangkan adzan, dianjurkan orang yang mendengarnya mengikuti apa yang diucapkannya kecuali ketika mengumandangkan kalimat “hayya `ala-sh-shalaah”...

Kirim Pertanyaan