Bersedekap atau Meluruskan Kedua Tangan dalam Shalat ?

4 menit baca
Bersedekap atau Meluruskan Kedua Tangan dalam Shalat ?
Bersedekap atau Meluruskan Kedua Tangan dalam Shalat ?

Pertanyaan

Apakah sah salat orang yang meluruskan kedua tangannya ke bawah di samping tubuhnya saat salat? Apakah sah menjadi makmum padanya dan kepada orang yang bersedekap? Apakah seseorang menjadi kafir karena meluruskan kedua tangannya?

Apakah bersedekap setelah rukuk lebih utama daripada meluruskan kedua tangan ke bawah? Manakah yang memiliki dasar riwayat dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?

Jawaban

Yang sesuai dengan tuntunan sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Sahl bin Sa`d radhiyallahu `anhu, ia berkata :

كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى

“Orang-orang diperintahkan agar seorang lelaki meletakkan tangan kanannya di atas lengan tangan kirinya.”

dan dalam riwayat menurut redaksi Muslim

ثم وضع يده اليمنى على ظهر كفه اليسرى

“Kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.”

Hadis meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri memiliki banyak jalur periwayatan, di antaranya apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Qabishah bin Hulb dari ayahnya. Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits tersebut mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits hasan.

Dalam riwayat Ibnu `Abdil Bar dalam kitab at-Tamhiid dan Istidzkaar dari Ghudhaif bin al-Harits dan dalam riwayat ad-Daraquthni dari Hudzaifah bin al-Yaman dan dari Abu Darda’ dan dalam riwayat ad-Daraquthni sebagai hadits marfu` dan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah sebagai hadits marfu`.

Dalam riwayat Ahmad dan ad-Daruquthni dari Jabir, dalam riwayat Abu Dawud dari Abdullah bin Zubair, dalam riwayat al-Baihaqi dari Aisyah, beliau berkata bahwa haditsnya sahih. Dalam riwayat ad-Daraquthni dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah, dan dalam riwayat Abu Dawud dari Hasan secara mursal.

Dalam riwayat dari Abu Daud juga dari Thawus secara mursal. Dalam riwayat an-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas`ud. Ibnu Sayyid an-Nas berkata, “Para perawinya adalah perawi hadits sahih”. Al-Hafizh dalam kitab Fathul Bari berkata bahwa sanad haditsnya hasan.

Tirmidzi dalam kitab Jami’-nya setelah ia menyebutkan hadits Qabishah dari ayahnya berkata, “Menerapkan hadits ini menurut para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tabiin dan orang-orang yang datang setelahnya, adalah bahwa mereka berpendapat, agar meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri saat shalat, sebagian berpendapat agar meletakkannya di atas pusar, sebagiannya lagi mengatakan di bawah pusar, semuanya bebas untuk dipilih”. Demikian pernyataan Imam Tirmidzi.

Dengan demikian jelaslah bahwa yang disunahkan adalah dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Jika seseorang shalat dengan meluruskan kedua tangannya ke bawah, shalatnya sah karena meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri bukan rukun shalat, bukan syarat sah shalat dan bukan syarat wajib shalat.

Adapun menjadi makmum kepada orang yang meluruskan kedua tangannya ke bawah, maka shalatnya sah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang para ahli fikih yang mengikuti mazhab tertentu yang berpendapat bahwa tidak sah menjadikan imam orang yang berbeda pendapat dengannya pada perkara yang membatalkan shalat jika dilakukan atau ditinggalkan adalah pernyataan yang serupa dengan mazhab kelompok yang sesat dan pembuat bidah, pengikut Syiah Rafidhah, Muktazilah dan Khawarij yang meninggalkan Sunah dan masuk ke dalam sekte-sekte dan perbuatan bidah.

Menurut Imam Ibnu Taimiyah, “Itulah sebabnya perkara ini menjadikan sebagian orang yang berlebih-lebihan tidak mau lagi shalat di belakang orang yang mengangkat tangannya, yang lain tidak mau shalat di belakang orang yang berwudu dengan air yang sedikit, yang lainnya lagi tidak mau shalat di belakang orang yang tidak menjaga diri dari najis ringan yang dimaafkan dan banyak lagi contoh-contoh kesesatan seperti ini yang membuat mereka tidak mau shalat dibelakang orang yang berbeda mazhab dengannya.

Seorang murid tidak mau shalat di belakang gurunya, Abu Bakar tidak mau shalat di belakang Umar dan Ali tidak mau di belakang Utsman, tidak mau saling mengimami antara kaum Muhajirin dan Anshar satu sama lain”. Lebih lanjut ia berkata, “Tidak diragukan lagi oleh setiap Muslim bahwa ini adalah mazhab orang-orang sesat, meskipun sebagian orang salah di dalamnya”.

Ia juga mengatakan, “Orang-orang saleh terdahulu baik sahabat maupun tabi’in telah bersepakat untuk saling mengimami satu sama lain meskipun memiliki perbedaan di antara mereka dalam masalah fikih serta hal-hal yang mewajibkan dan membatalkan shalat.

Barangsiapa melarang orang untuk shalat di belakang orang lain hanya karena ada perbedaan ijtihad di antara mereka, maka sama saja dengan perbuatan para ahli bidah dan kesesatan”. Demikian penjelasannya.

Jika seseorang shalat dengan meluruskan kedua tangannya ke bawah saat berdiri, maka ia telah meninggalkan perbuatan sunah dan orang yang meninggalkan perbuatan sunah bukanlah orang kafir.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor (181)

Lainnya

Kirim Pertanyaan