Seseorang Baru Menikah Lantas Berhubungan Seksual Dengan Istrinya Pada Siang Hari Bulan Ramadan Sebelum Berbuka |
Pertanyaan
Ada seseorang tanpa menyebutkan namanya berkata, bahwa 30 tahun yang lalu dia menikah lantas berhubungan seksual dengan istrinya pada siang hari bulan Ramadan sebelum berbuka. Dia tidak menunaikan kafaratnya selama ini karena tidak mengetahui hukum masalah tersebut. Kemudian setelah itu dia berkata, saya sekarang telah mengetahui hukumnya, bahwa perbuatan tersebut adalah haram, dan kafaratnya ialah harus berpuasa dua bulan berturut-turut atau memerdekaan budak atau memberi makan 60 orang miskin.
Namun, dia berkata, bahwa dia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut. Juga tidak mampu memerdekaan budak atau memberi makan 60 orang miskin karena kondisi ekonominya sangat pas-pasan. Oleh karenanya saya ajukan pertanyaan dia kepada Anda, dengan harapan Anda memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut supaya saya bisa menyampaikan kepadanya. Semoga Allah memberi Anda taufik dan kaum Muslimin dapat mengambil manfaat dari Anda. Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam.
Jawaban
Barangsiapa berhubungan seksual pada siang hari bulan Ramadan padahal dia sedang berpuasa, maka dia harus bertaubat atas perbuatannya dengan sebenar-benar taubat, dan tetap menahan makan dan minum sampai waktu berbuka. Juga diwajibkan mengqada puasa hari tersebut dan menunaikan kafarat, sesuai dengan urutannya yaitu, memerdekakan seorang budak yang beriman. Jika tidak mampu, dia diwajibkan berpuasa dua bulan berturut-turut.
Jika tidak mampu berpuasa karena sakit, lanjut usia atau karena uzur lainnya, maka dia diwajibkan memberi makan 60 orang miskin masing-masing 1,5 kg gandum, beras atau makanan pokok penduduk setempat. Jika tidak mampu, maka kewajiban tersebut gugur baginya, karena dalam kondisi seperti itu dia termasuk orang yang dimaafkan. Hal ini berdasarkan hadis yang terdapat dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim dan dalam kitab yang lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berkata,
“Seorang badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah aku telah binasa”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yg membinasakanmu?”. Orang itu menjawab, “Aku telah menggauli istriku di siang hari bulan Ramadan”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Mampukah engkau untuk memerdekakan budak?”. Ia menjawab, “Tidak”. Kemudian beliau bertanya lagi, “Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?”. Ia menjawab, “Tidak”. Kemudian beliau bertanya, “Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin?”. Ia menjawab, “Tidak”. Kemudian iapun duduk dan Rasulullah memberi satu wadah kurma seraya bersabda, “Sedekahkan ini!”. Orang itu bertanya, “Kepada yang lebih fakir dari kami? Sungguh di kota Madinah ini tiada yg lebih membutuhkan kurma ini dari kami”. Mendengar itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pulanglah dan berikan ini kepada keluargamu”.”
Nabi tidak memerintahkannya menunaikan kafarat lain sesuai kemampuannya. Juga tidak memberitahukan bahwa kewajiban tersebut tetap menjadi tanggungannya. Hal itu menunjukkan bahwa kewajiban tersebut gugur ketika tidak mampu melaksanakannya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.