Haram Bagi Wanita Yang Telah Masuk Islam Untuk Tetap Hidup Bersama Orang Kafir

1 menit baca
Haram Bagi Wanita Yang Telah Masuk Islam Untuk Tetap Hidup Bersama Orang Kafir
Haram Bagi Wanita Yang Telah Masuk Islam Untuk Tetap Hidup Bersama Orang Kafir

Pertanyaan

Sejumlah wanita datang ke kantor kami untuk mengikrarkan keislaman mereka. Mereka merupakan istri dari suami yang non-muslim. Seperti yang telah diketahui bahwa keberadaan seorang istri muslimah bersama suaminya yang kafir adalah haram.

Apakah masalah ini harus diberitahukan kepada para perempuan itu sebelum mereka mengucapkan syahadat, ataukah setelahnya? Mengingat, pemberitahuan masalah ini kepada mereka mungkin dapat menyebabkan keraguan mereka untuk menerima Islam atau bahkan murtad dari Islam sesaat setelah diberitahu masalah ini.

Apa pendapat syariat mengenai seseorang yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak boleh diberitahukan kepada mereka sama sekali, atau ditunda hingga keislaman mereka telah baik? Argumen pendapat ini adalah bahwa keberadaan seorang muslimah bersama suami yang non-muslim adalah haram, tetapi kemurtadan atau penolakannya terhadap Islam adalah kafir.

Maksudnya, jika ada dua keburukan sekaligus, maka pilihan yang harus diambil adalah yang dianggap paling ringan, dimana dalam hal ini membiarkan perempuan muslimah itu bersama suaminya yang kafir.

Tujuannya agar para wanita tersebut terjaga dari kemurtadan atau tidak berpaling dari menerima Islam. Saya berharap Anda dapat menjelaskan hukum syariat dalam masalah ini.

Jawaban

Jika seorang perempuan masuk Islam sementara dia merupakan istri dari lelaki non-muslim, maka dia diharamkan untuk hidup bersamanya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

“Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)

Anda harus memberitahukan kepadanya bahwa sejak dia masuk Islam, maka masa iddah berlaku untuknya. Jika suaminya masuk Islam ketika dia masih dalam masa iddah, maka dia dikembalikan kepada suaminya.

Namun jika iddahnya telah selesai sementara suaminya belum masuk Islam, maka dia dianggap telah bercerai dari suaminya dan menjadi halal bagi laki-laki lain yang ingin menikahinya. Allah akan memberikan jalan kemudahan baginya sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(2) dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)

Inilah hukum syariat yang harus dilaksanakan dan dijelaskan kepadanya, tanpa perlu khawatir dia akan kembali kepada kekafiran.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 20663

Lainnya

Kirim Pertanyaan