Bermalam Di Muzdalifah Pada Malam Nahr (Malam 10 Dzulhijjah) |
Pertanyaan
Saya dan istri berangkat menuju Mekah dan tempat-tempat suci untuk menunaikan kewajiban haji. Saya menitipkan putra dan putri saya yang masih kecil di salah satu keluarga Mesir. Di Mekah saya tinggal bersama saudara kandung saya yang menunuaikan haji bersama rombongan yang berasal dari Mesir yang berjumlah sekitar 80 orang lebih.Rombongan ini dipimpin oleh seseorang yang sudah tua dan dibantu oleh dua orang asisten.
Pimpin rombongan ini telah menjadi ketua rombongan haji sejak delapan tahun dan masih berlanjut sampai sekarang. Saya terikat dengan mereka dalam masalah tempat tinggal, trasportasi dan berbagai permasalahan lainnya yang berhubungan dengan haji. Kami bisa menyelesaikan seluruh manasik haji dengan baik dan selamat. Akan tetapi saya memiliki beberapa pertanyaan penting. Saya ingin mengetahui bagaimana sikap saya dan istri dalam permasalahan ini.
1. Kami meninggalkan Arafah sekitar pukul sembilan pada Jumat malam. Ketika melewati Muzdalifah kami mengumpulkan sejumlah kerikil untuk melontar dan kami tidak memilki kesempatan untuk menjamak ta’khir salat Magrib dan Isya karena sopir bus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh turun dari bus karena kondisi tidak memungkinkan untuk memarkir bus.
Ketua rombongan pun menyetujui pendapat sopir bus. Akhirnya kami salat Magrib dan Isya di Mina sekitar pukul 2.5 dini hari karena kami sampai pada waktu itu di Mina. Tidak ada yang melaksanakan salat Magrib dan Isya di Muzdalifah selain beberapa orang saja yang salat dengan cepat. Bagaimana posisi saya, istri saya dan ketua rombongan dalam hal ini?
2. Saya minta tolong kepada ketua rombongan untuk menggantikan saya dan istri melontar jamarat pada hari Ahad dan Senin. Dia menjawab, “Tetaplah Anda dan istri melempar pada hari Ahad dan mintalah seseorang menggantikan Anda dan istri pada hari Senin”. Yang menjadi sebab saya minta digantikan adalah kecemasan saya terhadap anak-anak saya karena saya melihat mimpi yang membuat saya mengkhawatirkan kondisi mereka. Ketika saya pergi untuk menjemput mereka dari orang yang mengurusi mereka saya mendapati bagian bawah dagu anak saya cedera dan dijahit tiga jahitan.
3. Jika saya dan istri memiliki kewajiban membayar dam, apakah saya membayarkannya di negara saya, yaitu Mesir atau di Mina ataukah di Mekah?
4. Apakah ketua rombongan yang telah memfatwakan agar saya digantikan dalam melontar dan melaksanakan salat Magrib dan Isya di Mina sama-sama mendapatkan dosa dengan saya ataukah dia yang menanggung dosa saya?
Semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada Anda dan memberikan balasan terbaik kepada Anda.
Jawaban
Pertama: Para haji wajib bermalam di Muzdalifah pada malam Nahr (malam 10 Dzulhijjah). Orang-orang yang lemah diberikan keringanan untuk meninggalkan Muzdalifah setelah pertengahan malam. Yang utama adalah meninggalkan Muzdalifah setelah subuh bagi siapa yang mampu melakukannya. Jika Anda meninggalkan Muzdalifah sebelum pertengahan malam maka Anda wajib membayar dam yang disembelih di Mekah dan dagingnya dibagikan kepada orang-orang miskin yang berada di Tanah Suci. Dan kewajiban istri Anda sama dengan kewajiban Anda.
Kedua: Ketika Anda dan istri meminta orang untuk menggantikan Anda dan istri melontar jamarat dikarenakan Anda pergi ke negeri Anda, maka ini tidak diterima. Maka Anda wajib membayar dam dengan menyembelih hewan yang biasa disembelih untuk berkurban di Mekah dan membagi-bagikan dagingya kepada orang-orang miskin yang berada di Tanah Suci. Anda dan istri juga harus membayar fidyah karena telah meninggalkan tawaf wada’. Meskipun Anda telah melakukan tawaf wada’ maka ini tidak diterima karena dilaksanakan sebelum waktunya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.