Tidak Boleh Mengistimewakan Sebagian Anak Dari Sebagian Yang Lain Dalam Pemberian Kecuali Jika Ada Alasan Syar’i

3 menit baca
Tidak Boleh Mengistimewakan Sebagian Anak Dari Sebagian Yang Lain Dalam Pemberian Kecuali Jika Ada Alasan Syar’i
Tidak Boleh Mengistimewakan Sebagian Anak Dari Sebagian Yang Lain Dalam Pemberian Kecuali Jika Ada Alasan Syar’i

Pertanyaan

Saya baru membeli sebuah rumah di Jeddah dan mencatatkan kepemilikannya atas nama anak saya yang tertua, Ahmad, sebagaimana tercantum di dokumen yang saya lampirkan. Oleh karena itu, saya meminta fatwa terkait kebolehan orang tua memberi sesuatu hanya untuk satu orang anak, dan tidak melakukan hal yang sama kepada anaknya yang lain?

Jawaban

Setelah mempelajari dan meneliti dokumen yang dilampirkan oleh penanya, maka Komite memberikan jawaban sebagai berikut:

Berdasarkan salinan dokumen yang dikeluarkan oleh notaris Jeddah nomor 200 tanggal 29/3/1391 H, dinyatakan di dalamnya bahwa Anda membeli rumah dengan luas dan batas tertentu di Jeddah dengan harga 6.200 rial Arab Saudi dari harta anak Anda yang memiliki ketidakmampuan, bernama Ahmad, yang dananya berasal dari pemberian Anda, lalu menjadikan rumah itu sebagai properti miliknya. Demikian menurut penjelasan dokumen.

Berdasarkan fakta ini dan pertanyaan di atas, maka mengistimewakan Ahmad di atas anak-anak yang lain adalah tidak diperbolehkan. Dalam syariat Islam, pemberian terhadap anak harus dilakukan secara adil. Anda tidak boleh mengistimewakan sebagian dari mereka di atas sebagian lainnya, kecuali terdapat alasan yang dibenarkan syariat, misalnya karena lumpuh, memiliki banyak anak, dan sibuk menuntut ilmu. Anda juga boleh menahan pemberian kepada seorang anak, misalnya karena fasik, pelaku bidah, dan disinyalir akan bermaksiat kepada Allah dengan pemberian itu.

Dalil yang menegaskan keharusan berbuat adil dalam pemberian itu adalah riwayat an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma yang berkata,

تصدق عليّ أبي ببعض ماله، فقالت أمي – عمرة بنت رواحة -: لا أرضى حتى تُشهِد عليها رسول الله صلى الله عليه وسلم، فانطلق أبي إلى النبي صلى الله عليه وسلم ليشهده على صدقتي، فقال له رسول
الله صلى الله عليه وسلم: أفعلت هذا بولدك كلهم؟ قال: لا، قال: اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم، قال: فرجع أبي فرد تلك الصدقة

“Ayah saya bersedekah kepada saya dengan sebagian hartanya, tetapi ibu saya, ‘Amrah binti Rawahah, berkata kepadanya, ‘Saya tidak rela sebelum kamu mempersaksikan itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.’ Akhirnya ayah saya pergi menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mempersaksikan atas pemberiannya itu. Rasulullah bertanya, ‘Apakah kamu memberikan yang sama kepada seluruh anakmu?’ Ayah menjawab, ‘Tidak.’ Rasulullah berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah adil diantara anak-anakmu.'” An-Nu’man berkata, “Ayah saya pun pulang dan menarik kembali sedekah tersebut.”

Dalam riwayat lain,

فاردده

“Tariklah kembali pemberian itu.”

Ada pula dalam redaksi lain,

فأرجعه

“Kembalikan pemberian itu.”

Dalam suatu riwayat,

لا تشهدني على جور

“Jangan minta kesaksian kepadaku atas kezaliman.”

Ada pula redaksi lain,

فأشهد على هذا غيري

“Mintalah kesaksian atas hal ini kepada orang lain, jangan diriku.”

Dalam riwayat lain disebutkan,

سَوِّ بينهم

“Perlakukanlah mereka (anak-anak yang lain) dengan sama.” (Muttafaq ‘Alaih)

Hadits ini menegaskan hukum haram. Sebab, beliau menyebutnya dengan kezaliman, penarikan kembali, dan penolakan menjadi saksi atasnya. Perbuatan zalim jelas hukumnya haram. Selain itu, perintah Rasulullah menunjukkan menunjukkan kewajiban untuk menarik kembali dan berbuat adil di antara mereka.

Namun jika mengutamakan sebagian anak dari yang lain karena alasan yang dapat diterima syariat, seperti yang telah disebutkan, maka dalam hal ini ada riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah, yaitu pernyataan yang menunjukkan kebolehan.

Beliau berpendapat terkait pemberian wakaf yang dikhususkan untuk sebagian anak saja, “Tidak masalah jika memang diperlukan, dan saya tidak suka jika karena pilih kasih.” Pemberian (hibah) sama dengan wakaf.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 30

Lainnya

Kirim Pertanyaan