Sedekah ‘Urqub |
Pertanyaan
Kami adalah sekelompok keluarga di sebuah desa. Kami mendapati nenek moyang kami bernazar untuk diri mereka dan keturunan mereka dengan menyembelih tujuh domba atau empat belas domba setiap tahun. Mereka menamakan penyembelihan hewan ini dengan sedekah ‘Urqub yang dilakukan di penghujung tahun dan syaratnya dilakukan pada hari Jumat.
Sedekah itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan menyebut nama Allah ketika penyembelihan. Praktik tersebut dilakukan karena di masa lalu mereka ditimpa berbagai penyakit, kesulitan, dan kekacauan yang terkadang berakhir kepada kematian. Masing-masing kami menyembelih satu ekor kambing, baik fakir maupun kaya.
Mereka meyakini bahwa kurban atau sembelihan ini dapat menolak penyakit dan bencana yang menimpa mereka. Ketika mereka terlambat melaksanakan penyembelihan hewan ini, mereka pun ragu bahwa penyebab datangnya penyakit yang menimpa mereka tersebut adalah akibat keterlambatan mereka dalam penyembelihan ini.
Namun, sebagian orang tetap berkeyakinan bahwa penyakit tidak datang kecuali dari Allah dan musibah itu tidak akan hilang kecuali atas izin Allah juga serta sembelihan tersebut tidak bisa mengelakkan mereka dari ketentuan Allah.
Hanya saja, dalam diri mereka ada keraguan tentang beberapa hal, yaitu mereka menyembelih hewan setiap tahun, tetapi terkadang saat penyembelihan mereka terlambat menunaikan salat Jumat.
Ada pula yang datang dan mengundang orang-orang yang salat untuk datang mencicipi makanan sembelihan. Apa hukum perbuatan mereka ini dan apa yang harus mereka lakukan? Semoga Allah senantiasa menjaga Anda.
Jawaban
Menyembelih hewan setiap tahun di waktu tertentu dengan meyakini bahwa sembelihan tersebut dapat menolak bala dari negeri adalah perbuatan haram, bidah, dan keyakinan batil. Praktik tersebut menjadi sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan meskipun nama Allah disebut dan sembelihan itu dinamakan sebagai sedekah.
Apabila sembelihan disembelih untuk selain Allah, seperti untuk jin dan setan, dalam rangka melindungi diri dari kejahatan mereka, maka hal itu adalah syirik besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama. Pelaku praktik ini wajib bertobat kepada Allah, meninggalkan kebiasaan ini, dan bertawakal kepada Allah semata,
“Katakanlah, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allahlah orang-orang yang beriman harus bertawakkal”.” (QS. At-Taubah: 51)
Barangsiapa bernazar dengan nazar seperti ini, maka nazar tersebut adalah nazar haram dan maksiat yang tidak boleh dipenuhi. Hal itu berdasarkan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Barang siapa bernazar untuk taat kepada Allah, maka taatilah Dia. Barangsiapa bernazar untuk mendurhakai-Nya, maka janganlah ia mendurhakai-Nya.”
Mewasiatkan praktik tersebut adalah sebuah kebatilan yang tidak boleh dipenuhi.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.