Apakah Meninggal Akibat Kecelakaan Bertentangan Dengan Takdir Di Lauh Mahfudh

2 menit baca
Apakah Meninggal Akibat Kecelakaan Bertentangan Dengan Takdir Di Lauh Mahfudh
Apakah Meninggal Akibat Kecelakaan Bertentangan Dengan Takdir Di Lauh Mahfudh

Pertanyaan

Jika seseorang dibunuh, meninggal kerena kecelakaan yang dialaminya atau karena dipukul, misalnya, maka itu bukan takdir. Ada (guru) yang mengatakan apabila kita berasumsi bahwa ajal seseorang ditentukan di sisi Allah 70 tahun.

Kemudian dia mengalami kecelakaan yang menyebabkannya mati padahal umurnya masih 30 tahun, maka hal ini tidak disebut sebagai takdir, tetapi mengganggu atau melanggar ajal.

Dia juga berkata, seandainya hal tersebut dianggap takdir, tentu orang tidak akan dikenai diyat (denda) membunuh karena silap atau had (hukuman) untuk pembunuh secara sengaja.

Dia berkata, jika tidak seperti itu, maka saya akan pergi dan membunuh seseorang. Jika ditanya alasan saya membunuh, saya akan menjawabnya bahwa itu adalah takdir dan agar saya melepaskannya dari sakaratul maut.

Jawaban

Kewajiban seorang muslim adalah meyakini ketentuan dan takdir, sesuatu yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan sesuatu yang tidak dikendaki-Nya pasti tidak akan terjadi, dan segala sesuatu telah diciptakan, diketahui dan ditentukan Allah serta ajal manusia melewati beberapa tahap, yiatu:

Pertama, ditulis di Lauhul Mahfudh. Kedua, dalam proses peniupan ruh, yaitu saat kehamilan. Ketiga, pada saat lailatul qodar.

Ajal itu sesuai dengan yang tertulis di Lauh Mahfudh. Perkataan seorang guru bahwa kematian manusia akibat kecelakaan menyalahi ketentuan ajal adalah tidak benar.

Pembunuhan seseorang karena kesalahan atau kesengajaan tidak meniadakan takdir, tetapi Allah Jalla Sya’nuhu yang mentakdirkan segala sesuatu, baik pembunuhan atau lainnya. Orang yang terbunuh juga karena takdir Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu,

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍۢ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadid: 22)

Dan (Allah) Subhanahu berfirman,

إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَٰهُ بِقَدَرٍۢ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)

Dan (Allah) Subhanahu berfirman,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌۭ

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh)? Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

Dalam ash Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dari Ibnu Mas`ud Radhiyallahu `Anhu dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda,

والحقيقة أنه عندما يكون الجنين في بطن أمه ، فإن ثروته ونهايته وأعماله ومصيره مكتوب ، سواء كان سيئا أم سعيدا

“Sesungguhnya ketika janin masih di dalam kandungan ibunya telah ditulis (ditentukan) rejekinya , ajalnya (waktu kematiannya), amalnya, dan nasibnya, baik celaka atau bahagia.”

Dan di dalam Sahih Muslim dari Abdullah bin `Amr bin al `Ash Radhiyallahu `Anhuma dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda,

إن الله قد سجل مصير كل مخلوق قبل خمسين ألف سنة من خلق السماوات والأرض ، وعرشه فوق الماء

“Sesungguhnya Allah telah mencatat takdir setiap makhluk lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, dan Arsy-Nya di atas air.”

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menetapkan takdir sangat banyak. Maknanya telah disepakati oleh ulama Ahlussunnah tetapi ditentang oleh Muktazilah, termasuk ar-Rafidhah. Semoga mereka diperlakukan Allah secara semestinya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 17882

Lainnya

Kirim Pertanyaan