Anak Tidak Boleh Mengambil Harta Ayahnya Tanpa Izin, Sekalipun Ayahnya Pilih Kasih Terhadap Saudara-saudaranya Yang Lain Dalam Hal Pemberian

2 menit baca
Anak Tidak Boleh Mengambil Harta Ayahnya Tanpa Izin, Sekalipun Ayahnya Pilih Kasih Terhadap Saudara-saudaranya Yang Lain Dalam Hal Pemberian
Anak Tidak Boleh Mengambil Harta Ayahnya Tanpa Izin, Sekalipun Ayahnya Pilih Kasih Terhadap Saudara-saudaranya Yang Lain Dalam Hal Pemberian

Pertanyaan

Saya seorang lelaki berusia 42 tahun. Saya menikah sejak 18 tahun lalu dan memiliki empat orang anak: tiga perempuan dan satu laki-laki, alhamdulillah. Saya dinikahkan oleh ayah saya hanya dengan bermodalkan satu tempat tidur, mengingat kondisi keuangannya yang sulit dan saat itu dia hanya seorang pedagang kecil. Setelah menikah, saya tinggal bersama ayah, ibu, dan saudara-saudara saya di dalam satu rumah. Namun tidak lama setelah itu, ayah saya menyuruh saya pindah dari rumah tersebut, sedangkan saya tidak memiliki pemasukan selain gaji sebagai pegawai pemerintah.

Di samping itu, istri saya hanya seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Akhirnya saya pun pindah dari rumah ayah dan membeli satu per satu perabot untuk tempat tinggal saya yang baru. Sungguh saya telah merasakan pahit getirnya kehidupan. Saya dan istri juga pernah merasakan kelaparan yang menyiksa. Kemudian istri saya hamil dan melahirkan, sehingga saya pun larut dalam rutinitas kehidupan, mendidik anak, melengkapi perabot rumah seperti piring-piring, alat-alat dapur, dan sebagainya. Perlu saya sampaikan bahwa Ayah saya yang memberikan flat itu di apartemen yang sama. Flat tersebut hanya berupa kamar kosong tanpa daun pintu, tanpa kusen jendela, tanpa air, dan tanpa listrik.

Saya pun mulai membeli satu per satu perlengkapan flat yang saya tempati. Saya menjalani kondisi tersebut selama sepuluh tahun. Ayah saya tidak mau tahu urusan saya kecuali sekadar menyadari bahwa saya masih hidup. Dia juga tidak pernah bertanya tentang saya walaupun hanya untuk mengetahui kondisi saya. Dalam waktu sepuluh tahun, bisnis ayah saya semakin meningkat dan dia menjadi pedagang grosir besar dan terkenal. Lalu ayah saya menikahkan saudara-saudara laki-laki saya dengan perabot rumah berkualitas tinggi.

Dia juga mempersiapkan apartemen untuk setiap anak dengan perlengkapan berkualitas terbaik. Saudara-saudara perempuan saya juga dinikahkan dan diberi perabot rumah dengan kualitas terbaik. Pada suatu hari, ayah menawarkan kepada saya untuk bekerja di tokonya bersama saudara-saudara saya yang lain dengan upah 80 pound per bulan. Beliau juga akan memberi saya lima karung beras dan jelai setiap bulan, serta satu karung gandum.

Dia memberi pengertian kepada saya bahwa saudara-saudara saya juga mendapatkan hal yang sama. Saya pun menerima tawaran ayah saya dan bergabung di tokonya. Namun itulah awal dari siksaan psikologis dan depresi yang mendera saya. Dia memperlakukan saya dengan buruk dibandingkan terhadap saudara-saudara saya yang diistimewakan. Ini bahkan membuat saya membenci semua saudara saya. Pada akhirnya saya tahu, bahwa salah seorang saudara saya tidak menerima gaji seperti yang dikatakan oleh ayah saya.

Dia justru mengambil apa yang dia perlukan dari toko, baik diketahui ayah saya maupun tidak. Kondisi ini bahkan membuat anak-anak saya bertanya, “Ayah, apakah paman itu bukan saudara ayah?” Pada suatu hari, saya katakan secara terang-terangan kepada saudara-saudara perempuan dan ibu saya bahwa saudara saya tersebut mengambil barang-barang dari toko tanpa sepengetahuan ayah. Atas aduan saya itu, terjadilah keributan sehingga saya pun menjadi musuh mereka.

Ketika anak-anak saya semakin besar dan kebutuhan hidup semakin meningkat, saya meminta ayah untuk menaikkan gaji, tetapi dia menolaknya. Namun akhirnya dia mengizinkan saya mengambil apa pun dari tokonya untuk keperluan rumah tangga saya, baik sepengetahuannya ataupun tidak. Jika saya sakit, ayah saya tidak menanyakan kondisi saya kecuali sekadar pertanyaan biasa saja. Namun jika salah seorang saudara saya sakit, dia pun menjadi sangat sibuk mengurusnya. Jika saya mengeluhkan tubuh saya yang sakit ketika bekerja, dia tidak peduli.

Namun jika saudara-saudara saya sakit sedikit saja, maka dia berkata, “Istirahatlah.” Perlu diketahui bahwa saya adalah anak sulung dan satu-satunya anak ayah yang ikut merasakan pahit getirnya kehidupan. Saat ini, gaji dan barang-barang yang saya ambil dari toko dengan izin ayah tidak mencukupi kebutuhan keluarga saya. Ayah saya tidak pernah menanyakan tentang kondisi keluarga saya, tentang anak-anak yang masuk sekolah, tentang kondisi kami ketika masuk musim dingin, dan ketika hari raya. Di sini saya menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Anda:

Pertanyaan 1: Jika saya mengambil uang dari toko ayah saya tanpa sepengetahuannya untuk membeli barang-barang yang mencukupi kebutuhan saya, seperti beras, gandum, dan pakaian untuk saya dan anak-anak, apakah itu halal atau haram?

Pertanyaan 2: Apakah saya berhak menuntut pengembalian uang yang dahulu saya gunakan untuk melengkapi perabot rumah, dimana itu merupakan kewajiban ayah saya? Apakah saya juga boleh menuntut semua biaya yang saya keluarkan untuk memperbaiki flat di gedung yang sama dengan ayah saya, sedangkan saya tahu dia akan marah dan menolak jika saya memintanya?

Pertanyaan 3: Saya juga telah melakukan sejumlah perbaikan di dalam flat tersebut, seperti perbaikan saluran air dan pengecatan. Seandainya saya meminta ganti dari ayah saya, maka dia akan menolak. Apakah saya boleh mengambil uang dari toko ayah saya untuk biaya perbaikan-perbaikan tersebut, mengingat bahwa itu untuk kebaikan gedung secara keseluruhan dan kami semua berada di dalam satu gedung dengan kehidupan masing-masing?

Jawaban

Jika ayah Anda mengizinkan Anda untuk mengambil apa yang Anda perlukan untuk keluarga Anda dari tokonya, walaupun tanpa sepengetahuannya sebagaimana dia juga mengizinkan untuk saudara-saudara Anda, maka Anda boleh mengambil sesuai dengan perintahnya itu.

Jika ayah Anda telah membantu saudara-saudara Anda ketika menikah, maka dia juga wajib membantu Anda seperti mereka. Dari an-Nu’man bin Bashir radhiyallahu ‘anhu,

أن أباه أتى به رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إني نحلت ابني هذا غلامًا كان
لي، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أكل ولدك نحلته مثل هذا؟ قال: لا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فأرجعه

“Bahwa ayahnya membawanya menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku telah memberi putraku ini seorang budak milikku.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Apakah kamu juga memberikan hal yang sama kepada semua anakmu?” Dia menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Ambillah kembali budak tersebut.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

أفعلت هذا بولدك كلهم؟ قال: لا، قال: اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم، فرجع أبي فرد تلك الصدقة

“Apakah kamu melakukan ini terhadap semua anakmu?” Ayahku menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu.” Kemudian ayahku kembali, lalu mengambil kembali sedekah tersebut.”

Dan, dalam riwayat lain disebutkan bahwa kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

يا بشير: ألك ولد سوى هذا؟ قال: نعم، قال: أكلهم وهبت له مثل هذا؟ قال: لا، قال: فلا تشهدني إذًا، فإني لا أشهد على جور

“Wahai Basyir, apakah kamu memiliki anak selain anak ini?” Basyir menjawab, “Ya.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya lagi, “Apakah setiap orang dari mereka juga kamu beri seperti anak ini?” Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kalau begitu, janganlah kamu jadikan aku sebagai saksi, karena sesungguhnya aku tidak bersaksi untuk kezaliman.”

Dalam riwayat lain,

لا تشهدني على جور

“Jangan minta kesaksian kepadaku atas ketidakadilan.”

Lalu dalam riwayat lain,

أشهد على هذا غيري، ثم قال: أيسرك أن يكونوا لك في البر سواء؟ قال: بلى، قال: فلا إذًا

“Jadikanlah orang lain sebagai saksi bagi hal ini.” Kemudian beliau bersabda, “Bukankah kamu senang jika mereka berbakti kepadamu dengan cara yang sama?” Basyir menjawab, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu jangan bedakan pemberian untuk mereka.” Muttafaq ‘Alaih.

Apabila Anda merasa bahwa ayah Anda tidak menunaikan hak Anda, berbeda dengan anak-anaknya yang lain, maka mintalah dengan sopan dan lemah lembut hak yang tidak dia tunaikan. Juga jelaskan kepadanya bahwa bersikap adil kepada seluruh anak adalah kewajiban agama. Apabila kemudian dia bersikap baik kepada kalian, maka alhamdulillah. Jika tidak, maka–meskipun dalam kondisi seperti yang Anda sebutkan–Anda tidak boleh mengambil uangnya sebagai ganti biaya perbaikan apa pun, jika dia tidak mengetahuinya. Anda harus bersabar dan berdoa semoga Allah memberi petunjuk kepada ayah Anda.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 17824

Lainnya

Kirim Pertanyaan