Hukum Ilaa’ (Sumpah untuk Tidak Berhubungan Badan Dengan Istri)

2 menit baca
Hukum Ilaa’ (Sumpah untuk Tidak Berhubungan Badan Dengan Istri)
Hukum Ilaa’ (Sumpah untuk Tidak Berhubungan Badan Dengan Istri)

Pertanyaan

Saya sudah berkeluarga dan mempunyai tiga orang putri. Telah terjadi pertikaian antara saya dan istri saya, hingga membuat saya bersumpah untuk tidak menggaulinya, kecuali setelah satu tahun terhitung dari tanggal sumpah. Atau dengan kata lain, saya mengatakan, “Haram bagi saya untuk berhubungan badan dengan istri saya, kecuali setelah lewat satu tahun sejak malam kami berselisih.”

Kami melakukan program pengobatan agar dikaruniai anak oleh Allah. Karena sudah lebih dari enam tahun kami belum dikaruniai seorang anak. Itu disebabkan kelemahan saya secara seksual. Saya memohon agar Anda mau memberi fatwa, apakah menurut syariat, saya boleh kembali (berhubungan badan) dengan istri saya sebelum habis masa sumpah tersebut? Semoga Allah memberikan ganjaran dan senantiasa menjaga Anda.

Jawaban

Jika realitasnya seperti yang Anda terangkan, bahwa Anda mengatakan kepada istri “haram bagi saya untuk berhubungan intim denganmu kecuali setelah lewat masa satu tahun sejak tanggal perselisihan atau sumpah ini”, maka Anda telah berdosa karena mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada Anda. Anda harus bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan-Nya atas perbuatan Anda.

Tidak haram bagi Anda untuk berhubungan intim dengan istri Anda karena sumpah ini, bahkan Anda sesungguhnya boleh berhubungan badan dengan istri pada masa satu tahun sumpah tersebut. Akan tetapi, jika Anda berhubungan intim sebelum habis masa satu tahun, maka Anda harus membayar kafarat sumpah yang telah Anda ucapkan itu. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (87) وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (88) لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(87) Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari rejeki yang telah Allah berikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(88) Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (QS. Al-Maa-idah: 87-89)

Allah Ta`ala juga berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (1) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .(1) Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tahriim: 1-2)

Kafarat sumpah tersebut adalah memberi makan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau membebaskan seorang budak perempuan. Namun bagi orang yang tidak mampu menunaikan salah satu dari ketiganya, maka hendaklah dia berpuasa tiga hari, lebih afdal jika puasa itu dilakukan berturut-turut (tidak selang-seling hari).

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 3510

Lainnya

Kirim Pertanyaan