Perbedaan Mathla’ (Tempat Terbit) Hilal |
Pertanyaan
Kami mohon penjelasan tentang waktu imsak dan ifthar (buka puasa) bagi kami. Semoga Allah melindungi Anda.
Jawaban
Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan yang menjelaskan awal dan akhir waktu puasa. Berikut ini adalah bunyi teksnya:
Pertama: Perbedaan Mathla’ (tempat terbit) hilal merupakan sebuah aksioma (hal yang dapat diketahui dengan mudah), baik secara inderawi maupun logika. Para ulama tidak berbeda pendapat dalam hal ini. Yang menjadi perbedebatan di kalangan para ulama adalah: apakah perbedaan mathla’ ini diperhitungkan dalam penentuan awal puasa atau tidak?
Kedua: Masalah diperhitungkannya perbedaan mathla’ atau tidak, termasuk persoalan teoritis yang dapat diselesaikan dengan ijtihad, dan perbedaan dalam masalah ini dapat terjadi pada orang-orang yang berkompeten dalam masalah ilmu dan agama (para ulama).
Perbedaan dalam masalah seperti ini termasuk perbedaan yang wajar, di mana orang yang pendapatnya benar akan mendapat dua pahala, yaitu pahala ijtihad dan pahala karena pendapatnya benar. Sementara orang yang pendapatnya keliru akan mendapatkan pahala ijtihad saja. Para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah ini, dan terbagi menjadi dua kelompok.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa perbedaan mathla’ harus diperhitungkan dalam penetapan awal dan akhir bulan. Sementara sebagian lagi tidak memperhitungkan perbedaan mathla’ saat menetapkan awal dan akhir bulan. Setiap kelompok menggunakan dalil dari Alquran dan Sunah, bahkan terkadang keduanya menggunakan dalil yang sama. Contohnya, mereka sama-sama menggunakan dalil firman Allah Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. A-Baqarah : 189)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal).”
Hal itu terjadi karena perbedaan pemahaman mereka terhadap suatu teks, dan masing-masing menggunakan cara tertentu untuk menjadikan suatu teks sebagai dalil.
Mengingat berbagai pertimbangan yang ditetapkan oleh Dewan Ulama Senior dan kemampuannya, serta mengingat bahwa perbedaan dalam masalah ini tidak mempunyai efek negatif karena telah berlalu empat belas abad sejak munculnya agama ini, kami tidak melihat ada masa di mana umat Islam disatukan dalam satu pendapat.
Para anggota Dewan Ulama Senior berpendapat agar masalah ini dibiarkan seperti sedia kala dan tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Biarlah setiap negara Islam memiliki hak untuk memilih – melalui ulama-ulamanya – mana yang terbaik dari dua pendapat yang telah kami singgung dalam masalah ini. Setiap pendapat memiliki dalil dan sandaran hukum tersendiri.
Ketiga: Dewan Ulama Senior telah mencermati permasalahan yang berkaitan dengan penetapan hilal menggunakan hisab, serta dalil-dalil Alquran dan Sunah yang dipaparkan. Mereka juga melihat pendapat para ulama tentang hal itu, dan mereka akhirnya sepakat untuk tidak membenarkan hisab perbintangan sebagai sebuah cara untuk menetapkan bulan, dalam permasalahan yang bekaitan dengan syariat. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal).”
Dan sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihatnya.” Serta dalil-dalil lain yang senada dengannya.
Adapun permulaan dan akhir puasa setiap harinya, Allah Jalla wa ‘Ala telah menjelaskan hal itu dalam firman-Nya,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
Ayat ini umum, berlaku bagi seluruh kaum Muslimin, di mana pun mereka berada, sementara setiap negara memiliki waktu siang dan malam yang berbeda dengan negara lain.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.