Zakat Harta Perusahaan |
Pertanyaan
Sebuah perusahaan membuat laporan keuangan tahunan yang meliputi laporan tentang aset-aset perusahaan dan hutang-hutangnya per-tanggal tertentu.
Apakah zakat perusahaan dihitung berdasarkan aset-aset perusahaan yang ada pada akhir tahun, atau dihitung berdasarkan aset-aset yang sudah ada sejak awal tahun dan telah mencapai haul?
Dan bagaimana caranya menghitung masa haul? Perlu diketahui bahwa aset-aset atau kekayaan yang ada di awal tahun selalu berubah, bertambah atau berkurang pada akhir tahun, sesuai dengan hasil kinerja perusahaan.
Jawaban
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Aset-aset perusahaan yang khusus untuk diperdagangkan, zakatnya harus dikeluarkan setelah mencapai satu haul, sesuai dengan nilainya saat mencapai haul. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
2. Aset-aset perusahaan yang khusus untuk disewakan, tidak wajib dizakati. Yang wajib dizakati adalah uang hasil sewanya, jika telah mencapai satu nisab, baik
secara terpisah maupun digabungkan dengan hasil sewa aset yang lain, dan telah mencapai satu haul, dihitung sejak pertama akad (transaksi). Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 %.
3. Aset-aset perusahaan yang tidak untuk diperdagangkan (diperjual-belikan atau disewakan), tapi hanya untuk dimanfaatkan atau dimiliki (dijadikan properti), contohnya adalah kantor perusahaan beserta penunjangnya seperti gudang, ruang pameran, pabrik berserta peralatan dan perlengkapan operasionalnya, semua itu tidak wajib dizakati.
4. Aset-aset perusahaan yang berupa emas, perak, dan mata uang, seperti Riyal Saudi, baik berupa kertas maupun logam, semua itu wajib dizakati jika telah mencapai satu nisab dan genap satu haul. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Keuntungannya juga wajib dizakati bersamaan dengan aslinya (barang yang menghasilkan keuntungan), meskipun belum genap satu haul. Karena haul keuntungan mengikuti haul aslinya (modalnya).
Untuk mengetahui bahwa suatu aset telah genap satu haul, bisa dilakukan dengan salah satu cara berikut ini:
Pertama: Suatu keuntungan dilihat tanggalnya, kemudian keuntungan yang telah mencapai satu haul, dikeluarkan zakatnya. Begitu seterusnya.
Kedua: Perusahaan bisa menentukan waktu tertentu untuk membayar zakat. Contohnya adalah membayar zakat setiap bulan Ramadhan. Dengan syarat, pembayaran zakat atas jumlah atau keuntungan tertentu, tidak terlambat dari jatuhnya masa haul. Demi menjaga hak-hak fakir miskin dan orang-orang yang berhak menerima zakat lainnya. Juga untuk membebaskan diri dari tanggungan terhadap salah satu rukun Islam yang mulia ini.
5. Hutang-hutang yang menjadi tanggungan perusahaan tidak dianggap sebagai penghalang untuk mengeluarkan zakat atas aset-aset atau kekayaan yang dimiliki perusahaan dan wajib dizakati.
6. Piutang-piutang yang menjadi hak perusahaan, baik dengan tenggang waktu cepat atau lama, selama apapun itu, semuanya wajib dizakati, selama piutang tersebut telah genap satu haul.
Dengan syarat, piutang tersebut menjadi tanggungan orang yang memiliki harta, tidak mempersulit pembayaran hutang, dan pemilik harta (pemberi hutang) bisa mengambil hartanya.
Adapun jika piutang tersebut ada pada orang yang kesulitan (tidak memiliki harta untuk membayar hutangnya) sehingga pemilik harta tidak tahu apakah dia bisa menagih piutangnya atau tidak, atau piutang tersebut ada pada orang yang memiliki harta.
Tapi selalu mempersulit pembayaran hutang, atau pemilik harta tidak bisa menagih piutangnya dari orang yang berhutang, entah karena dia tidak memiliki bukti-bukti yang cukup untuk menuntut haknya di pengadilan, atau dia memiliki bukti-bukti.
Tapi dia tidak menemukan orang yang bisa dipercaya untuk membantunya dalam mendapatkan haknya, sebagaimana terjadi di negara-negara di mana hak-hak manusia tidak dibela (dilindungi), maka pemilik harta (piutang) tidak diwajibkan untuk membayar zakat atas piutangnya tersebut, kecuali jika dia benar-benar telah menerimanya dan telah mencapai satu haul.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.