Mertua Menyuruh Menantunya Untuk Menetap Di Rumah Dan Melarangnya Berkunjung Kepada Keluarganya

1 menit baca
Mertua Menyuruh Menantunya Untuk Menetap Di Rumah Dan Melarangnya Berkunjung Kepada Keluarganya
Mertua Menyuruh Menantunya Untuk Menetap Di Rumah Dan Melarangnya Berkunjung Kepada Keluarganya

Pertanyaan

Saya seorang pria berusia tiga puluhan dan saat ini belajar di pascasarjana bidang kedokteran. Saya dibesarkan di bawah pendidikan ayah saya. Perjalanan hidup saya bersamanya menjadi percontohan bagi masyarakat di lingkungan kami, alhamdulillah. Pada tahun-tahun pertama kuliah, saya dinikahkan oleh ayah saya dengan putri bibi saya atas pilihan saya, yaitu putri adiknya yang sangat dicintai dan dihargainya. Pernikahan tersebut berlangsung sekitar enam tahun yang lalu.

Selama tahun-tahun pertama pernikahan, saya berada di luar negeri dengan tujuan studi dan istri saya tentu bersama saya. Setelah setahun kami di luar negeri, kami pulang untuk berkunjung sebentar. Selama kunjungan itu saya mengizinkan istri saya untuk menghabiskan lebih banyak waktunya bersama orang tuanya. Namun, hal itu membuat ayah saya marah. Dia mencoba untuk membujuk istri saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya mengunjungi keluarganya adalah atas persetujuan suaminya, yaitu saya.

Ayah saya berusaha membujuk saya agar mencegah istri saya. Saya mencoba merayunya, tetapi tidak ada gunanya. Dia meminta saya untuk menceraikan istri saya, tetapi saya memberitahunya bahwa Allah telah memberi taufik kepada pernikahan kami. Setelah saya mencium kedua kakinya, dia pun berubah pikiran. Tahun-tahun berlalu dan saya di luar negeri, tetapi masalah-masalah sepele tersebut terjadi kembali setiap saya berkunjung.

Sekarang saya telah diberi karunia seorang putri, tetapi hal itu membuat ayah saya semakin tidak senang. Sekarang istri saya sedang hamil bulan ketujuh untuk anak kedua. Mengenai kondisi pernikahan saya, saya memuji dan bersyukur kepada Allah atas taufik yang diberikan-Nya kepada saya. Istri saya adalah wanita yang menunaikan kewajibannya terhadap Tuhannya kemudian terhadap suaminya. Akhirnya terjadilah apa yang di luar dugaan.

Ayah saya mengutarakan ide-ide aneh kepada saya tentang keluarga istri saya. Dia membayangkan bahwa istri saya adalah lawannya dan keluarganya adalah musuh-musuhnya dan dia telah memutuskan hubungannya dengan adiknya sama sekali. Dia juga meminta saya agar menceraikan istri saya. Dia mengatakan kepada saya dalam sebuah surat panjang bahwa dia akan marah kepada saya dan menganggap saya sebagai anak yang durhaka.

Dia mengatakan kepada saya bahwa dia akan berdoa kepada Allah agar Dia tidak memberi taufik pada pernikahan dan keturunan saya jika saya tidak menuruti keinginannya. Dia sering mengulang-ngulang kisah Ibrahim dan putranya Ismail ‘Alaihimas Salam, yaitu ketika Ibrahim meminta Ismail untuk mengubah ambang pintu rumahnya, yakni menceraikan istrinya, lalu Ismail mengikuti perkataan ayahnya dalam rangka menaati perintah ayahnya.

Syekh, apa yang harus saya lakukan? Pernikahan saya mendapat taufik dari Allah, segala puji bagi Allah. Kami telah mempunyai seorang putri dan yang kedua sedang dalam kandungan dan saya tidak melihat pada istri saya kecuali hal-hal yang menyenangkan hati saya dalam agama dan dunia. Dalam kasus keluarga ini dia tidak bersalah. Di sisi lain, ayah saya mengancam untuk marah dan akan mendoakan kejelekan untuk saya jika saya tidak menceraikan istri saya. Apa solusinya?

Kesimpulan pertanyaan saya: Apakah saya dianggap durhaka dan bermaksiat kepada ayah saya jika saya menolak menceraikan istri saya? Apakah doanya agar saya ditimpa kejelekan perlu dikhawatirkan? Pada saat ini saya berketetapan untuk terus membujuknya dengan cara yang ramah dan menghubunginya secara kontinu dengan berpura-pura melupakan masalah yang diinginkannya. Mohon jawaban dari Anda tentang masalah ini. Mudah-mudahan jawaban tersebut dapat menjadi solusi yang dapat mendamaikan semua pihak.

Jawaban

Jika memang realitasnya seperti yang telah Anda sebutkan, bahwa istri Anda adalah orang yang istikamah dan menunaikan segala perintah yang diwajibkan oleh Allah kepadanya dan dia memperlakukan Anda dan kedua orang tua Anda secara baik, maka tidak salah bagi Anda untuk tetap menjadikannya sebagai istri Anda dan kemarahan ayah Anda dan doa jeleknya terhadap diri Anda tidak akan memberikan mudarat kepada Anda, insya Allah.

Kisah Ibrahim bersama anaknya Ismail ‘Alaihimassalam, perintahnya kepada anaknya untuk menceraikan istrinya, dan kepatuhan anaknya dalam melaksanakan perintahnya adalah akibat kejelekan akhlak istrinya ketika berhadapan dengan ayahnya dan kegelisahan dan keluhannya terhadap kesusahan hidup, bukan akibat mengikuti keinginan hawa nafsu semata.

Oleh karena itu, Ibrahim tidak memerintahkannya untuk menceraikan istrinya yang kedua karena perilakunya yang baik dan keridaannya dalam menjalani kehidupan serta pujiannya kepada Allah Ta’ala dan kehidupan rumah tangga yang dijalaninya. Anda tetap wajib memperlakukan kedua orang tua Anda secara baik. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-‘Ankabuut: 8)

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 5880

Lainnya

Kirim Pertanyaan