Hak Dan Kewajiban Penguasa |
Pertanyaan
Apa hak dan kewajiban penguasa?
Jawaban
Penguasa sah memiliki hak didengarkan dan ditaati ketika memerintahkan suatu kebaikan, baik dalam kesenangan, kesulitan, suka atau tidak suka meskipun dianggap tidak memihak masyarakat. Selain itu, ia juga berhak menerima saran, dukungan, dan bantuan untuk melakukan kebaikan.
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat sebuah hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Seorang Muslim harus mendengar dan patuh (kepada pemimpin) dalam apa yang ia sukai dan yang ia benci, kecuali jika ia diperintahkan untuk bemaksiat. Jika ia diperintahkan untuk bermaksiat, maka ia tidak boleh mendengar dan tidak boleh patuh.”
Ada pula hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu yang mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Dengarkan dan patuhlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak dari Ethiopia yang kepalanya seperti anggur kering.”
Diriwayatkan oleh Bukhari. Selain itu, ada hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kamu harus mendengar dan patuh terhadap pemimpin, baik dalam kondisi sulit, mudah, semangat, tidak suka, dan merugikanmu (secara zalim).” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Arti dari ucapan Rasulullah,
“Dan merugikanmu (secara zalim)”
Maksudnya adalah lebih mengutamakan hal lain, yaitu Anda wajib taat kepada para pemimpin meskipun mereka cenderung mementingkan duniawi dan tidak menunaikan hak Anda yang seharusnya Anda terima dari mereka.
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Bagi siapa?” Ia menjawab, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan kaum Muslimin pada umumnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Adapun kewajiban penguasa adalah harus menerapkan syariat, menjalankan hukum Allah, dan memberikan masukan positif bagi rakyat. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ada sebuah riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Seorang budak adalah pemimpin dalam harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin.”
Memberontak terhadap pemimpin yang sah hukumnya haram meskipun pemimpin tersebut fasik selama ia tidak kafir secara nyata. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa tidak patuh kepada pemimpin kaum Muslimin, maka pada Hari Kiamat ia akan berjumpa dengan Allah tanpa memiliki alasan. Barangsiapa meninggal dunia tanpa berbaiat kepada pemimpin kaum Muslimin, maka ia meninggal dunia dalam kondisi Jahiliah.”
Diriwayatkan oleh Muslim dan dalam riwayatnya yang lain,
“Dan barangsiapa mati dalam kondisi meninggalkan kelompok (kaum Muslimin), maka dia mati dalam kondisi Jahiliah.”
Makna,
“Khala’a yad min tha’ah” yang secara harafiah berarti melepas tangan dari ketaatan.”
Adalah keluar dari ketaatan dengan memberontak terhadap imam dan tidak menaatinya ketika ia memerintahkan hal yang baik, bukan maksiat.
Arti dari,
“Mati dalam kondisi Jahiliah.”
Yaitu mati dalam kesesatan seperti meninggalnya kaum Jahiliah karena mereka tidak taat terhadap pemimpin.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa tidak menyukai suatu perkara dari pemimpinnya, hendaklah dia bersabar karena orang yang keluar satu jengkal saja dari ketaatan kepada penguasanya, maka dia mati dalam kondisi Jahiliah.” (Muttafaq Alaih)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.