Apakah Orang Yang Mendengarkan Suara Adzan Dari Luar Mushala Tetap Harus Mengumandangkan Adzan (Ketika Hendak Shalat)?

2 menit baca
Apakah Orang Yang Mendengarkan Suara Adzan Dari Luar Mushala Tetap Harus Mengumandangkan Adzan (Ketika Hendak Shalat)?
Apakah Orang Yang Mendengarkan Suara Adzan Dari Luar Mushala Tetap Harus Mengumandangkan Adzan (Ketika Hendak Shalat)?

Pertanyaan

Kami adalah pegawai di sebuah kantor milik pemerintah. Kami melaksanakan beberapa shalat fardhu di sebuah musala khusus secara berjamaah tanpa mengumandangkan adzan terlebih dahulu karena sudah mendengar seruan adzan, sehingga menurut kami, cukup iqamah shalat saja. Saya berharap Anda menjelaskan beberapa masalah berikut ini:

Pertama, apakah diperbolehkan meninggalkan adzan dan cukup mengumandangkan iqamah?

Kedua, jika alat yang digunakan untuk mengumandangkan adzan rusak atau aliran listrik terputus, maka apa solusinya bagi kami ketika kami hanya berpatokan pada adzan masjid? Apakah kaum wanita juga disyariatkan untuk mengumandangkan adzan dan iqamah?

Ketiga, jika ada satu orang atau lebih yang ingin melaksanakan shalat, lalu masuk ke masjid dan ternyata mendapati pelaksanaan shalat berjamaah sudah selesai, apakah tetap diharuskan mengumandangkan adzan dan iqamah, ataukah cukup mengumandangkan iqamah saja seperti yang dilakukan banyak orang sekarang?

Keempat, apabila seseorang tidur hingga melewatkan beberapa shalat fardu, maka apa yang disyariatkan untuknya, terutama terkait masalah adzan dan iqamah?

Kelima, apakah seorang wanita boleh berpuasa sesudah melahirkan jika darah nifasnya sudah berhenti sebelum genap empat puluh hari? Apakah berlaku juga untuk shalat?

Jawaban

Pertama, Anda sekalian harus shalat di masjid yang dekat dengan tempat kerja jika memang memungkinkan untuk melakukannya dan masih mendengarkan adzan. Sebab, shalat berjamaah itu hukumnya wajib bagi kaum lelaki untuk dilakukan di masjid.

Tidak diperbolehkan membuat masjid sepi dari kegiatan shalat berjamaah. Adapun kaum wanita, secara mutlak mereka tidak disyariatkan untuk mengumandangkan adzan dan iqamah.

Kedua, di zaman sekarang ini sudah tersedia dengan mudah berbagai alat pengukur waktu yang canggih, sehingga bila adzan tidak terdengar karena ada penyebab yang menghalangi, maka yang dijadikan patokan dalam kondisi ini adalah waktu setempat. Pergi ke masjid pada waktu salat merupakan sebuah kewajiban.

Ketiga, mengumandangkan adzan termasuk kewajiban fardu kifayah. Oleh sebab itu, apabila seorang muadzin di sebuah masjid telah mengumandangkan adzan, dan shalat pun selesai diselenggarakan, kemudian jemaah yang lain datang untuk melaksanakan shalat, maka mereka hanya disyariatkan untuk mengumandangkan iqamah, tidak perlu azan.

Keempat, jika sedang berada di sebuah negeri (yang dihuni orang dan terbiasa dengan kumandang adzan), maka cukup mengumandangkan iqamah saja untuk setiap shalat yang terlewat.

Namun jika sedang berada di kawasan yang tidak dihuni atau tidak ada orang yang mengumandangkan adzan, maka disyariatkan untuk mengumandangkan adzan satu kali dan iqamah untuk setiap shalat.

Kelima, jika seorang wanita yang nifas sudah merasa suci sebelum genap empat puluh hari, maka wanita tersebut diperbolehkan untuk mandi, shalat, berpuasa, dan berhubungan badan dengan suaminya, sebab wanita tersebut sudah dianggap suci sesudah darah nifas tersebut berhenti.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 20519

Lainnya

Kirim Pertanyaan