Suami Mencaci Berlebihan

2 menit baca
Suami Mencaci Berlebihan
Suami Mencaci Berlebihan

Pertanyaan

Jika seorang suami marah kepada istrinya, padahal sang istri sudah melaksanakan semua kewajibannya kecuali jimak karena sang suami tidak memenuhi kewajibannya dan karena pertengkaran yang sering terjadi. Sang suami juga sering berkata kepada istrinya, “Anak-anakmu itu bukan anak-anakku.”

Apakah dia boleh mengucapkan hal itu meskipun hanya untuk menunjukkan sikap keras kepala. Perlu diketahui bahwa sang istri adalah wanita yang selalu melaksanakan kewajiban dan menjaga anak-anaknya saat suaminya tidak ada di rumah. Apakah kemarahan suami seperti itu termasuk dalam kategori yang dimaksudkan dalam hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

أيما امرأة ماتت وزوجها راض عنها دخلت الجنة

“Wanita manapun yang meninggal dunia dalam keadaan suaminya rida terhadapnya, maka dia akan masuk surga.”

Apa maksud dari hadist ini?

Jawaban

Kemarahan suami kepada istri karena suatu sebab adalah hal yang biasa. Namun, suami tidak boleh berlebihan saat marah, dengan menisbatkan kepada wanita yang suci dan terjaga suatu hal yang tidak dilakukannya, seperti pernyataannya, “Anak-anakku ini bukanlah darah dagingku,” karena hal itu sudah termasuk menuduh zina dengan cara halus, yang harus dihindari pasangan suami istri.

Suami harus memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, seperti memberikan nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan menggaulinya dengan baik. Sebaliknya, istri harus tunduk dan taat kepada suaminya selama tidak untuk maksiat serta memenuhi hak-haknya. Jika suami mengajaknya melakukan hubungan suami istri, sang istri harus menaati dan tidak boleh menolaknya. Dalam hadis disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah bahwa dia berkata: Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فلم تأته فبات غضبان عليها لعنتها الملائكة حتى تصبح

“Apabila seorang lelaki mengajak istrinya ke kasurnya untuk berhubungan suami-isteri dengannya tetapi istrinya menolak lalu lelaki tersebut melewati malam itu dalam keadaan marah terhadapnya, maka para malaikat melaknat istrinya itu hingga pagi hari.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim)

Allah juga berfirman untuk menjelaskan kewajiban suami istri terhadap pasangannya,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Jika penolakan sang istri untuk melakukan hubungan intim dengan suaminya bukan karena dirinya, maka dia tidak berdosa. Namun, jika hal itu karena kesalahan dia atau karena dia tidak memberikan perhatian kepada suaminya, maka dia termasuk orang yang mendapat ancaman dari Allah dan dia berdosa. Makna hadis berikut,

أيما امرأة ماتت وزوجها عنها راض دخلت الجنة

“Wanita manapun yang meninggal dunia dan suaminya rida terhadapnya, maka dia akan masuk surga.”

Adalah jika seorang istri telah melaksanakan kewajibannya terhadap suaminya, melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhannya, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah kepadanya, maka hal itu akan menjadi penyebab masuknya dia ke dalam surga insya Allah dan dia akan mendapatkan rahmat-Nya. Hal itu berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya dari Abdurrahman bin Auf bahwa dia berkata, Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا صلت المرأة خمسها، وصامت شهرها، وحفظت فرجها، وأطاعت زوجها؛ قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت

“Jika seorang wanita melakukan salat fardu lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kemaluannya, dan patuh kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masukilah surga dari pintu surga mana pun yang kamu kehendaki.”

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 18860

Lainnya

Kirim Pertanyaan