Pesta Pernikahan, Ulang Tahun, Dan Lain-lain

4 menit baca
Pesta Pernikahan, Ulang Tahun, Dan Lain-lain
Pesta Pernikahan, Ulang Tahun, Dan Lain-lain

Pertanyaan

Apa hukum perayaan-perayaan yang dilakukan oleh kaum Muslimin di Trinidad dalam rangka pernikahan, pindah rumah, hari ulang tahun, dan perayaan kebahagiaan lainnya? Dalam acara itu dibacakan ayat-ayat al-Quran dan nasyid-nasyid pujian untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ditutup dengan ritual berdiri untuk menghormati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jawaban

Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang pernikahan secara rahasia (diam-diam) dan memerintahkan untuk mengumumkan acara pernikahan. Resepsi dan tasyakur pindah ke rumah suami termasuk bentuk mengumumkan pernikahan. Dengan demikian, ini dianjurkan oleh agama. Kecuali, jika dalam acara tersebut terdapat nyanyian yang tidak baik, bercampurnya lelaki dan perempuan, atau perbuatan haram lainnya.

Kedua, hari raya dalam Islam ada tiga: Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Jumat. Adapun hari ulang tahun dan perayaan kebahagiaan lainnya, seperti hari pertama Tahun Baru Islam dan Masehi, malam Nisfu Sya’ban, maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hari pelantikan raja atau presiden, acara-acara ini dan yang sejenis tidak pernah dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masa Khulafaur Rasyidin, atau pun pada tiga abad yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai masa terbaik.

Acara-acara tersebut adalah perbuatan bid`ah yang ditiru oleh kaum Muslimin dari non-Muslim. Mereka terkecoh dengannya dan merayakannya sama seperti hari raya Islam, bahkan lebih. Terkadang dalam sebagian perayaan ini terdapat pengultusan terhadap seorang tokoh, pemborosan, bercampur antara lelaki dan perempuan, dan menyerupai kebiasaan orang kafir dalam perayaan yang mereka anggap sebagai hari raya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة

“Waspadalah terhadap perbuatan yang diada-adakan (dalam agama) , karena setiap perbuatan yang diada-adakan adalah bid`ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Beliau juga bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka perkara itu tertolak.”

Dan ini jelas berlaku untuk perayaan yang diadakan untuk mengagungkan seseorang, atau untuk mendapatkan keberkahan darinya, dan mengharap pahala dengan melakukan ritual berdiri yang dilakukan di dalamnya, seperti perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid Husain, maulid, al-Badawi (Tarekat sufi) dan lain-lain, dan untuk mengagungkan hari dan malam tertentu, dan mengharap pahala dan keberkahan pada perayaan tersebut, seperti perayaan hari atau malam Nisfu Sya’ban, malam Isra` dan Mi’raj dan sejenisnya.

Perayaan yang disebutkan di atas dan sejenisnya adalah bentuk dari pendekatan diri kepada Allah dan ingin mengharapkan pahala (dengan cara bid’ah). Adapun perayaan yang tidak dimaksudkan untuk meminta keberkahan dan pahala, seperti perayaan hari ulang tahun anak, awal tahun hijriah dan masehi, dan hari pelantikan para pemimpin, hal-hal tersebut meskipun bentuknya tradisi baru yang dibuat, tetapi perbuatan tersebut meniru orang kafir pada hari perayaan mereka, dan juga menjadi sarana untuk perayaan-perayaan haram lainnya yang mengandung makna penghormatan dan peribadatan kepada selain Allah.

Oleh karena itu, semua perayaan itu dilarang sebagai upaya kehati-hatian, dan menjauhkan dari sikap menyerupai orang-orang kafir dalam berbagai kebiasaan dan perayaan mereka. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.”

Ketiga, membaca al-Quran termasuk ibadah dan amal saleh yang paling baik. Meskipun demikian, menjadikannya sebagai penutup perayaan-perayaan bid’ah adalah tidak boleh, karena merupakan penghinaan terhadap al-Quran yang tidak diposisikan pada kondisi yang sesuai. Adapun mendendangkan nasyid-nasyid yang berisi pujian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perbuatan baik, kecuali jika berisi pujian yang berlebihan terhadap beliau.

Karena itu, menjadikannya sebagai penutup perkara-perkara bid’ah di atas adalah tidak boleh. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم وإنما أنا عبد، فقولوا: عبد الله ورسوله

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani yang berlebihan dalam menyanjung putra Maryam. Sesungguhnya aku hanya seorang hamba, maka katakanlah tentangku, “Hamba dan utusan Allah”.”

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إياكم والغلو، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو

“Jauhilah oleh kalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena sikap berlebihan.”

Begitu pula, tidak boleh mengkhususkan hari tertentu untuk dijadikan sebagai hari perayaan. Keempat, mengakhiri perayaan dengan cara berdiri guna menghormati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengagungkannya merupakan tindakan buruk yang tidak diridai oleh Allah dan Rasul-Nya, serta tidak diakui oleh syariat.

Bahkan, perbuatan itu termasuk perbuatan bid’ah yang diharamkan. Sesungguhnya berdiri karena hendak menghormati orang yang telah meninggal dunia adalah satu bentuk ibadah, sebagaimana berdiri ketika salat adalah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Sikap itu adalah berlebihan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal tersebut.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 1002

Lainnya

Kirim Pertanyaan