Kafarat Atas Tindak Pembunuhan Tidak Terencana Murni

2 menit baca
Kafarat Atas Tindak Pembunuhan Tidak Terencana Murni
Kafarat Atas Tindak Pembunuhan Tidak Terencana Murni

Pertanyaan

Saya seorang pengemudi mobil dan mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga merenggut nyawa 3 orang penumpang. Saya mengkonsultasikan hal ini pada salah seorang hakim. Dia berkata, “Anda dapat memilih satu dari tiga hal berikut:

1. Puasa selama dua bulan berturut-turut untuk setiap 1 orang korban.

2. Atau memerdekakan satu orang budak untuk setiap 1 orang korban.

3. Atau mendermakan makanan kepada enam puluh orang miskin untuk setiap 1 orang korban.

Karena saya tidak sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut, begitu juga dengan memerdekakan budak, maka saya ingin berderma makanan dalam bentuk sejumlah uang. Berapa jumlah uang yang harus saya bayar untuk setiap satu orang miskin? Berilah saya penjelasan dan semoga Allah memberikan balasan pahala kepada Anda.

Jawaban

Orang yang menjadi penyebab (pelaku) tindak pembunuhan tidak terencana murni, harus membayar kafarat (sanksi) yang tidak berbentuk diyat (denda tebusan). Kafarat tersebut berupa memerdekakan seorang budak untuk setiap satu nyawa yang hilang. Jika tidak mampu, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Oleh sebab itu, Anda boleh berpuasa selama dua bulan berturut-turut di tahun ini.

Setelah beberapa waktu berselang dari yang pertama, Anda berpuasa lagi dua bulan berturut-turut. Lalu, Anda kembali berpuasa dua bulan berturut-turut setelah yang kedua. Pembayaran kafarat tidak sah dengan cara berderma makanan, berdasarkan pendapat terkuat di kalangan para ulama, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

Dalam ayat ini Allah tidak menyebutkan berderma makanan, sementara konteks ayat itu penjelasan tentang kafarat. Ini menunjukkan bahwa yang diwajibkan sebenarnya hanya memerdekakan budak, dan jika tidak mampu, maka melakukan puasa. Tidak ada kafarat selain dari dua hal ini.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 4869

Lainnya

Kirim Pertanyaan