Taubat dari Sodomi

2 menit baca
Taubat dari Sodomi
Taubat dari Sodomi

Pertanyaan

Tidak diragukan lagi bahwa kaum Luth telah melakukan perbuatan yang paling keji (homoseksualitas). Apakah pelaku dosa besar seperti ini diterima taubatnya jika belum dikenakan hukum had? Apakah pelaksanaan hukum had menjadi syarat agar seseorang dinyatakan benar-benar bertaubat? Pelaku dosa besar (sodomi) ini adalah orang fasik, lalu apakah taubat dapat menghapus kefasikan?

Apakah masih ada kemungkinan bagi orang yang melakukan homoseksualitas dan dosa besar lainnya untuk mendapatkan predikat takwa? Apa yang harus dilakukan jika pelaku tinggal di negara yang tidak menerapkan hukum had? Apa solusi bagi seseorang yang menderita disorientasi seksual (kecenderungan suka sesama jenis) sejak kecil, sementara usianya saat ini hampir mencapai dua puluh tahun?

Apa hukum had yang sesuai untuk perbuatan dosa besar seperti homoseksualitas, terutama jika seseorang bertindak sebagai pelaku pasif (yang disetubuhi) dan aktif (yang menyetubuhi)? Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa hukum had bagi pelaku sodomi diserahkan kepada hakim karena tidak ada dalil yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak ada kesamaan pendapat dari para Khulafa` ar-Rasyidin? Mohon beri kami fatwa atas hal ini, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan dan membimbing langkah Anda.

Jawaban

Pertama, kaum muslimin telah berijma bahwa tindakan sodomi termasuk dosa besar yang telah Allah haramkan dalam Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,

أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ (165) وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ

“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia,(165) dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy-Syu’araa’: 165-166)

Yakni keluar dari batas halal dan memilih untuk melakukan perbuatan haram. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nasa`i dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

لا ينظر الله إلى رجل أتى ذكرًا أو امرأة في دبرها

“Allah tidak akan melihat (dengan pandangan rahmat) seorang lelaki yang melakukan hubungan seksual sesama lelaki, atau yang menggauli istrinya melalui anus.”

Kedua, pintu tobat selalu terbuka bagi semua pelaku maksiat bahkan kafir sekalipun hingga matahari terbit dari barat (Hari Kiamat). Syarat tobat atas pelanggaran terhadap hak Allah adalah berhenti dari perbuatan dosa, menyesali dosa yang telah lalu, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Pelaksanaan hukum had tidak termasuk dalam syarat tobat. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar: 53)

Dan,

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 17)

Ketiga, sebaiknya seseorang yang jatuh dalam perbuatan maksiat berupaya untuk menutupi dan tidak mengumbar dosanya dengan tirai Allah. Ia harus meminta ampun dan bertobat kepada Allah dengan tulus. Sebab, ada hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi,

اجتنبوا هذه القاذورات التي نهى الله عنها، فمن ألم بشيء من ذلك فليستتر بستر الله تعالى، وليتب إلى الله، فإنه من يبد لنا صفحته نقم عليه كتاب الله

“Jauhilah perbuatan-perbuatan keji yang dilarang Allah. Barangsiapa melakukannya, maka hendaklah ia bersembunyi dengan tirai Allah dan bertobat kepada-Nya, karena sesungguhnya orang yang tampak catatan kesalahannya kepada kami, maka kami akan terapkan hukum Allah atasnya.” Menurut adz-Dzahabi, sumber hadits tersebut adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Hukum had dalam syariat atas tindakan kriminal ini dikembalikan kepada hakim syar’i. Ia yang memiliki kewenangan untuk memutuskannya berdasarkan aturan dan kondisi terkait.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 7803

Lainnya

Kirim Pertanyaan