Mendidik Anak Bukan Alasan Untuk Tidak Mengqadha (Mengganti) Puasa

1 menit baca
Mendidik Anak Bukan Alasan Untuk Tidak Mengqadha (Mengganti) Puasa
Mendidik Anak Bukan Alasan Untuk Tidak Mengqadha (Mengganti) Puasa

Pertanyaan

Istri saya tidak berpuasa selama dua bulan Ramadan secara berurutan karena menderita penyakit khusus perempuan dan melahirkan. Ia juga pernah bernazar untuk berpuasa selama satu bulan jika salah satu anaknya sembuh dari penyakit meningitis, tetapi ia tidak dapat melaksanakannya karena sakit dan mengasuh tujuh orang anak. Oleh karena itu, mohon kiranya Anda dapat memberikan fatwa kepada saya: apakah ia harus memberi makan sebagai ganti dari qadha puasa karena pertimbangan kesehatan dan tugasnya mengasuh anak-anak?

Jawaban

Mengasuh anak bukan uzur (alasan) untuk mengalihkan qadha (ganti) puasa Ramadan menjadi pemberian makanan, melainkan ia bisa menunda qadha puasa tersebut hingga ia dapat melaksanakannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari- hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Mengenai sakit, maka jika sakit tersebut telah berlangsung lama dan kesembuhannya tidak diharapkan, maka sakit tersebut dapat dianggap uzur untuk mengalihkan qadha puasa menjadi memberi makan fakir miskin. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Maksudnya adalah orang-orang yang tidak dapat mengqadha karena telah lanjut usia atau sakit yang kesembuhannya tidak diharapkan. Adapun puasa nazar harus dilakukan selama memiliki kemampuan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

من نذر أن يطيع الله فليطعه

“Barangsiapa bernazar untuk menaati Allah, maka hendaknya dia menaati-Nya.”

Jika ia belum mampu melaksanakannya segera, maka ia boleh menundanya hingga mampu lalu melaksanakannya karena itu adalah utang yang menjadi tanggungannya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 15678

Lainnya

Kirim Pertanyaan