Anak Perempuan Paman Dari Ibu

1 menit baca
Anak Perempuan Paman Dari Ibu
Anak Perempuan Paman Dari Ibu

Pertanyaan

Saya mempunyai bibi yang bukan saudara perempuan ibu saya dari pihak ayah dan ibu, tetapi dia anak perempuan dari bibi ibu saya. Kami di Sudan menganggap anak-anak paman, baik dari pihak ibu atau ayah, sebagai saudara satu sama lain. Dalam kondisi seperti ini dia menjadi saudara perempuan bagi ibu saya dan dari situ dia adalah bibi saya sehingga dia bukan mahram saya.

Yang jelas, dengan mengenyampingkan formalitas ini, saya menganggapnya sebagai bibi saya, yaitu ibu saya setelah ibu saya, dan saya sangat mencintai, menghargai, dan menghormatinya. Begitu juga sebaliknya, dia terhadap saya.

Kami telah berjanji dan bersaksi kepada Allah bahwa dia bersedia untuk menjadi (dianggap sebagai) ibu saya dan menjadikan bentuk hubungannya terhadap diri saya dari sudut pandang ini dan saya berharap dia adalah ibu saya dan pada saat yang sama juga sebagai bibi saya.

Namun, masalahnya adalah beberapa orang mengatakan bahwa bibi saya tersebut tidak boleh menampakkan rambut atau wajahnya kepada saya sebab dia bukan mahram saya.

Sebagaimana telah saya sampaikan kepada Anda bahwa kami telah mengikat janji dan bersaksi di hadapan Allah bahwa dia adalah ibu saya yang kedua dan juga sebagai bibi saya.

Pertanyaannya: apakah setelah janji ini bibi saya benar-benar bisa menjadi ibu dan mahram saya? Jika jawabannya tidak, apa yang harus kami perbuat hingga hubungan kami bisa mencapai tingkatan ini? Saya teringat Ummu Aiman al-Habasyiyyah yang mengasuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah disapa Rasulullah: “Engkau adalah ibu kedua setelah ibu kandungku.”

Jawaban

Anak perempuan paman dari ibu Anda bukanlah bibi Anda, melainkan dia termasuk perempuan asing bagi Anda. Dia wajib memakai hijab (menutup muka) di hadapan Anda. Janji yang kalian lakukan tidak perlu dipedulikan karena janji tersebut adalah janji yang batil karena bertentangan dengan syariat yang suci.

Janji yang Anda ikrarkan atas diri Anda tersebut batal, tidak dianggap, dan Anda tidak berdosa akibat melakukannya. Hadis yang Anda jadikan sebagai dalil dalam masalah ini adalah riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

أنه قال لأم أيمن الحبشية رضي الله عنها: أنت أمي بعد أمي

“Bannya ia bersabda kepada Ummu Aiman al-Habasyiyyah radhiyallahu ‘anha, “Engkau adalah ibu kedua setelah ibu kandungku.”

Riwayat ini tidak sah dianggap berasal dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam karena sanadnya lemah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 18241

Lainnya

Kirim Pertanyaan