Apakah Perintah Shalat Sunah Dhuha Tidak Berlaku Bagi Musafir?

3 menit baca
Apakah Perintah Shalat Sunah Dhuha Tidak Berlaku Bagi Musafir?
Apakah Perintah Shalat Sunah Dhuha Tidak Berlaku Bagi Musafir?

Pertanyaan

Apakah shalat dhuha tidak perlu dikerjakan oleh seseorang yang dalam perjalanan sama seperti shalat sunah lainnya, atau apakah harus tetap dilaksanakan?

Apakah bacaan dalam shalat dhuha dikeraskan atau tidak? Berapa jumlah rakaatnya dan kapan waktu yang afdhal untuk melaksanakannya?

Jawaban

Shalat dhuha merupakan ibadah yang dianjurkan, bukan wajib, bukan juga sunnah rawatib. Perintah untuk melaksanakannya telah disampaikan dalam hadits-hadits sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi tidak dijelaskan bahwa beliau rutin melakukannya. Riwayat yang ada menjelaskan bahwa,

كان يصلي الضحى أربعًا ويزيد ما شاء الله

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambahnya mengikuti keinginan Allah.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha).

Kata “kana” dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak rutin menjalankannya, berdasarkan ungkapan Aisyah ketika,

سئلت هل كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي الضحى قالت: لا، إلا أن يجيء من مغيبه

“Abdullah bin Syaqiq bertanya kepada Aisyah, “Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu melaksanakan shalat dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali jika beliau baru tiba dari perjalanannya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Dalam ilmu bahasa, kata “kana” biasanya tidak menunjukkan makna “selalu”. Sekalipun ada qarinah (indikasi) yang berbeda, maka dia mengalihkan maknanya sebagaimana dalam konteks ini. Ini semua tidak menafikan perkataan Aisyah dalam sebuah riwayat yang berbunyi,

ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي سبحة الضحى قط وإني لأسبحها

“Aku sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat sunah dhuha, namun aku melakukannya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits ini Aisyah menafikan perbuatan Rasulullah melakukan shalat dhuha, namun dia menyampaikan bahwa shalat dhuha tetap dilakukan dengan bersandar pada anjuran Rasulullah, dan memang beliau juga melakukannya. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan dalam dalil-dalil ini.

Adapun jumlah rakaatnya minimal dua dan maksimal delapan. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperdengarkan suara bacaan shalat dhuha. Waktu pelaksanaan yang paling utama telah dijelaskan dalam hadits Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

صلاة الأوابين حين ترمض الفصال

“Shalat al-Awwabin (orang-orang yang bertobat) dilakukan pada saat al-fishal mulai merasakan panasnya sinar matahari.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Maksudnya adalah ketika telapak kaki mulai terasa panas karena sinar matahari yang mamanaskan tanah dan lain-lain, yaitu ketika matahari mulai meninggi dan mengantarkan panas. “Fishal” adalah jamak dari kata “fashil” yang berarti anak unta.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

أن النبي صلى الله عليه وسلم: أوصى أبا هريرة رضي الله عنه بركعتي الضحى

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat kepada Abu Hurairah agar shalat dhuha dua rakaat.”

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mewasiatkan shalat dhuha kepada Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu. Dalam Shahih Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

يصبح على كل سلامى من أحدكم صدقة، فكل تسبيحة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، ونهي عن المنكر صدقة، ويجزئ من ذلك ركعتان يركعهما من الضحى

“Setiap pagi, masing-masing bagian tubuh seorang muslim harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (La Ilaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik juga sedekah, dan mencegah kemungkaran juga sedekah. Semua itu cukup jika dibayarkan dengan dua rakaat salat dhuha.”

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 18449

Lainnya

Kirim Pertanyaan